Banyak pihak yang beranggapan bahwa Bali merupakan pulau yang dihuni oleh masyarakat dari Suku Bali saja. Namun, tahukah Anda bahwa sebenarnya ada klasifikasi dalam Suku Bali itu sendiri.
Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan gelombang migrasi kedatangan ke Pulau Bali. Dari situ, Anda akan mengenal Suku Bali Aga yang kerap disebut sebagai penduduk asli Pulau Bali.
Suku Bali Aga
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat 3 gelombang migrasi penduduk yang pernah terjadi di Pulau Bali. Gelombang pertama berlangsung pada zaman prasejarah.
Gelombang kedua penyebaran masyarakat ke Bali terjadi ketika momen perkembangan agama Hindu di wilayah Nusantara. Ketiga, gelombang migrasi berlangsung saat Majapahit Runtuh dan terjadinya proses Islamisasi di Pulau Jawa.
Dari ketiga gelombang migrasi tersebut, dua gelombang migrasi pertama lah yang disebut dengan Suku Bali Aga. Sementara itu, mereka yang datang pada gelombang ketiga, mayoritas berasal dari Pulau Jawa. Oleh karena itu, mereka mendapatkan sebutan sebagai Suku Bali Jawi.
Masyarakat Suku Bali Aga Memilih Hidup di Pegunungan
Orang Bali yang berasal dari Suku Bali Aga memiliki tempat hidupnya tersendiri. Mereka biasa membangun komunitas di kawasan pegunungan.
Dalam kesehariannya, orang Bali Aga terbiasa dengan aturan adat yang begitu ketat. Kawasan tempat tinggal orang dari Suku Bali Aga yang begitu terkenal adalah Desa Tenganan dan Desa Trunyan.
Di Desa Trunyan, Anda sudah bisa mengetahui adanya proses pemakaman yang unik dengan tanpa dikubur ataupun dikremasi. Sementara itu, Desa Tenganan merupakan desa Bali Aga yang kerap mengadakan festival budaya. Salah satunya adalah Usaba Sambah yang dilaksanakan secara rutin di bulan Juni dan kadang bulan Juli.
Suku Bali Aga Punya Budaya Sendiri
Hidup yang di daerah terpencil membuat Suku Bali Aga memiliki budaya yang selalu terjaga. Bahkan, dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat Bali Aga juga menggunakan bahasa pengantar yang beda.
Anda akan menemukan bahasa pengantar ini merupakan Bahasa Bali dengan dialek yang unik. Salah satunya adalah Desa Bayung Gede yang mempertahankan budaya Aga.
Menariknya, Anda tidak akan menjumpai kesamaan antara Bahasa Bali yang digunakan di suatu komunitas Bali Aga dengan komunitas Bali Aga di tempat lain. Sebagai contoh, Bahasa Bali Aga yang digunakan di Desa Tenganan, memiliki perbedaan yang cukup mencolok dibandingkan dengan bahasa di Desa Trunyan.
Sebagai suku yang masih begitu terikat dengan adat istiadat, masyarakat Bali Aga kerap memiliki ritual keagamaan khusus. Bahkan, tradisi keagamaan yang mereka lakukan kerap dilangsungkan dengan frekuensi tinggi.
Untuk menjaga kelestarian budaya, masyarakat Suku Bali Aga tidak memperbolehkan adanya pernikahan dengan warga luar desa. Ketika sampai terjadi, maka orang tersebut harus pindah dari desa dan tidak memperoleh hak-hak dari keluarganya. Selain itu, pernikahan dalam keluarga dimungkinkan dengan batas adalah silsilah 4 generasi.
Meski begitu, bukan berarti masyarakat Suku Bali Aga alergi dengan kedatangan wisatawan. Mereka sangat terbuka bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke desa tempat tinggalnya. Pilihannya, Anda bisa datang ke Desa Tenganan atau Desa Trunyan. Hanya saja, selama berada di kawasan desa Bali Aga, pastikan untuk menghormati adat istiadat serta kebudayaan masyarakat setempat, ya detikers.
(kws/kws)