Karangasem memiliki kesenian khas bernama Cakepung. Tradisi yang menonjolkan olah vokal dan seni tari tersebut ternyata sangat erat dengan budaya dan keberadaan Suku Sasak di Lombok.
"Sekilas sejarahnya berasal dari sejarah pada saat kerajaan Karangasem berhasil pengaruhnya sampai ke Sasak, Lombok. Kemudian dengan keberhasilannya Suku Sasak tersebut, budayanya pun dipelajari di sana. Ada budaya Sasak disebut dengan cepung," kata Ida Made Basmadi dari Sanggar Seni Citta Wistara, Karangasem di sela-sela tampil dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Rabu (6/7/2022) sore.
Dijelaskan, budaya di Lombok itu tidak serta-merta dibawa langsung ke Karangasem. Leluhur mereka terdahulu mengadaptasi tradisi cepung tersebut dengan memasukkan seni suara yakni macepat, seperti Pupuh Sinom, Semarandana, dan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Leluhur kami almarhum Ida Wayan Tangi mengubah cepung itu dengan memasukan dengan macepat. Sehingga cakepung merupakan dari cakep lontar, kemudian diisi dengan tempo pong. Itu versi saya, namun banyak yang menafsirkan cakepung dari peperangan. Yaitu pacek dan kepung yang berarti diserang," imbuh Basmadi seperti dikutip dari laman resmi Disbud Bali.
Secara umum, Cakepung masuk ke dalam seni balih-balihan. Meski begitu, saat ini pementasan Cakepung juga memasukkan unsur lontarnya.
Perkembangan lainnya, kini musik yang dipakai dalam Cakepung juga lebih beragam. Dahulu, Cakepung hanya mengandalkan suara dan suling. Kini Cakepung semakin semarak karena diiringi dengan lantunan musik rebab dan suling, serta gamelan khas Karangasem bernama penting.
"Cakepung itu sendiri seni suara mulut dan alat musik. Sisanya para penari, secara umum penggaliannya ini menjadi kendala karena beberapa dari pada anggota Cakepung terdahulu sudah menjadi sulinggih. Ini generasi ke sekian," bebernya.
Basmadi menambahkan, Desa Budakeling Karangasem saat ini masih aktif melakukan pelestarian seni Cakepung. Cakepung dipelajari secara turun temurun dan dipentaskan di Budakeling ketika ada hajatan naur sesangi seperti upacara bayi saat kepus pusar.
"Kemudian pada saat upacara manusa yadnya, termasuk pada pitra yadnya di tempat orang meninggal. Ada orang begadang atau yang disebut dengan magebangan saat orang meninggal itu juga bisanya dipentaskan Cekepung ini," terangnya.
"Kalau di pura juga sempat, saat orang yang membayar kaul dengan mementaskan Cakepung di salah satu pura di wilayah Ababi," imbuh Basmadi.
(iws/iws)