Ritual melukat belakangan mendapat perhatian publik lantaran banyak dilakukan oleh pesohor atau artis. Melukat menurut tradisi Hindu di Bali adalah ritual pembersihan diri yang biasanya dilakukan di pancoran, pertemuan dua sumber mata air, maupun pantai. Salah satu tempat melukat di Bali adalah Pura Campuhan Windhu Segara yang berada di pinggir Pantai Padang Galak, Desa Kesiman, Denpasar.
Menurut Jro Mangku Ketut Maliarsa, selama ini Pura Campuhan Windhu Segara banyak dikunjungi oleh para pemedek untuk melakukan pengelukatan diri atau angga sarira.
"Pura Campuhan Windhu Segara lebih dikenal sebagai tempat pengelukatan untuk memohon kesucian lahir dan batin para umat sedharma, dengan disertai melakukan persembahyangan di penataran pura," kata Jro Mangku Ketut Maliarsa kepada detikBali, Senin (6/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jro Mangku Ketut Maliarsa menjelaskan, sarana yang perlu disiapkan saat hendak melukat antara lain membawa pejati, canang sari, dan klungah nyuh gading atau kelapa muda berwarna kuning.
"Kalau bisa menyiapkan dua pejati. Satu untuk di pengelukatan dasa mala, dan pejati yang satu lagi dipakai ketika selesai melukat secara keseluruhan untuk di penataran pura dan disertai juga dengan canang-canang," jelasnya.
Jika semua sarana telah disiapkan, selanjutnya pemedek dapat melakukan piuning di Pelinggih Hyang Baruna untuk meminta izin melakukan pengelukatan.
"Di areal beji pura ini ada pengelukatan Panca Tirtha dan pengelukatan Sapta Sindhu untuk pembersihan Dasa Mala yang didahului dengan pengelukatan di ajeng linggih Bhatara Wisnu dengan sarana klungah nyuh gading. Setelah itu baru mandi di campuhan atau pada pertemuan air sungai dan air laut," kata Jro Mangku Ketut Maliarsa.
Ia menjelaskan, tidak ada aturan baku, misalnya terkait berapa kali seseorang harus melukat. Meski begitu, waktu paling baik untuk melukat adalah saat rahinan seperti Kajeng Kliwon, Purnama, dan Tilem.
"Setiap hari pun sebenarnya boleh (melukat). Namun, alangkah baiknya jika melakukan pengelukatan pada saat rahinan seperti Kajeng Kliwon, Purnama, dan Tilem," paparnya.
Ia menambahkan, selama ini tak hanya pemedek yang datang untuk melukat ke Pura Campuhan Segara. Tak jarang pula wisatawan asing yang datang untuk melukat.
"Sebelum COVID-19 juga ada Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang datang ke sini. Mereka rata-rata mengatakan pikirannya jadi tenang setelah melukat terutama karena ada campuhan itu tadi. Dalam Weda dikatakan bahwa air laut, air sungai dan apalagi perpaduan dari dua air tersebut adalah air suci," ungkapnya.
Untuk diketahui, Pura Campuhan Windhu Segara termasuk dalam pura kahyangan jagat yang konsep pembangunannya menggunakan tatanan Tri Mandala. Pendirian Pura Campuhan Windhu Segara telah mendapat pengakuan dari Pemerintah Tingkat I Bali dan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali pada tanggal 9 September 2016.
(iws/iws)