Menilik Uniknya 'Pohon Kuburan' Ari-Ari di Bayung Gede Kintamani

Menilik Uniknya 'Pohon Kuburan' Ari-Ari di Bayung Gede Kintamani

Agus Eka - detikBali
Rabu, 11 Mei 2022 00:35 WIB
Ketut Sukarta saat menunjukkan batok kelapa berisi ari-ari yang ditempatkan bergerombol.
Ketut Sukarta saat menunjukkan batok kelapa berisi ari-ari yang ditempatkan bergerombol. (Foto : Agus Eka)
Bangli -

Masyarakat Bali biasanya menanam ari-ari setelah kelahiran bayi di pekarangan rumah, dengan beberapa prosesi upacara kecil.

Namun bagi masyarakat Desa Adat Bayung Gede di Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali, menanam ari-ari di pekarangan rumah adalah pantangan.

Warga Desa Bayung Gede justru punya tempat khusus sebagai pengganti lahan untuk menyimpan ari-ari. Lokasinya disebut Setra Ari-Ari, atau kuburan khusus ari-ari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski sudah ada tempat khusus, warga tetap tidak menanam ari-ari itu. Warga menggantung ari-ari yang sudah diwadahi kau (batok kelapa dibelah dua) di ranting pohon bukak.

Tak ayal, lokasi tersebut menyita perhatian publik karena dinilai unik. Tempat semacam itu tidak ada di desa lain di Bali.

ADVERTISEMENT

Sejak beberapa tahun lalu, kawasan Desa Bayung Gede disinggahi turis asing. Setra Ari Ari menjadi spot yang tak akan dilewati pengunjung.

Mereka penasaran, mengapa ari-ari yang hanya digantung begitu saja, menjadi sangat aman dari perburuan hewan liar dan tidak menimbulkan bau.

Bandesa Bayung Gede, I Ketut Sukarta, mengakui ada cerita panjang di balik keberadaan Setra Ari Ari atau dikenal dengan nama Pengutangan Kau (tempat pembuangan batok kelapa).

Ini bermula dari sistem pemerintahan Bayung Gede yang menerapkan sistem ulu apad. Struktur kepemimpinan tertinggi di desa dipimpin Jero Kubayan.

Ada juga saih 16, terdiri dari dewan enam belas orang, dan Bandesa sebagai perpanjangan tangan Jero Kubayan.

Tokoh-tokoh desa ini, terutama Jero Kubayan, dianggap suci.

Mengingat ada 163 warga marep atau asli di Bayung Gede, mereka tentu kemungkinan besar berkesempatan menjadi Jero Kubayan di kemudian hari.

Mereka yang menjabat posisi tertinggi ini, selain ditokohkan dan disucikan, juga wajib menempatkan sungsungan yang disucikan warga, berupa Ratu Pingit dan Ratu Bungsil di rumah.

Inilah mengapa warga Bayung Gede di Kintamani pantang mengotori lahan sendiri. Sebab, jika ari-ari berada dalam pekarangan, sementara di pekarangan itu terdapat warga menjabat Jero Kubayan atau tokoh lain yang disucikan, di situlah pelanggarannya.

"Ari-ari kan dianggap kotor, leteh. Sehingga kami menempatkan ari-ari di luar pekarangan. Kami punya tempat khusus seluas 30 are yang disebut Setra Ari-Ari," ujar Ketut Sukarta, saat ditemui di Bayung Gede, Selasa (10/5) sore.

Sukarta menjelaskan, proses awal menggantung kau, didahului dengan membersihkan ari-ari bayi, kemudian ditempatkan dalam kau atau batok kelapa yang sudah dibelah.

Di dalam kau itu juga diisi sekam, merica, pisau bambu, dan perlengkapan lain, kemudian belahan batok kelapa ditutup. Belahan itu diolesi kapur sirih beserta goresan simbol tapak dara atau tanda tambah.

Batok kelapa diikat dengan salang tabu atau tali bambu. Si ayah bayi wajib bersihkan diri, memakai pakaian adat lalu membawa ari-ari ke kuburan.

Di sana, si ayah menebang satu ranting kayu bukak untuk menempatkan ari ari. Warga dilarang memakai tangan kiri, harus dengan tangan kanan dengan harapan lahir hal-hal positif.

Menariknya, si ayah pasti memilih pohon yang sudah ada banyak ari-ari. Sehingga jarang ari-ari itu ditempatkan di ranting yang baru. "Ini terkait kepercayaan warga. Jika ari-ari bergerombol, kelak si anak akan mudah berbaur dengan masyarakat," ucapnya.

Usai dari Setra Ari Ari, si ayah membawa daun pakis atau paku yang didapat dari kuburan, kemudian meletakkannya di depan rumah. Ini adalah tanda bahwa di keluarga tersebut terdapat orang yang habis melahirkan.

"Orang-orang yang disucikan tidak akan berani masuk rumah itu. Sebab pantang ke pekarangan orang yang melahirkan," tegasnya.

Menurut Sukarta, Setra Ari Ari di Bayung Gede Kintamani ini kerap jadi objek penelitian mahasiswa, dan disenangi turis-turis asing. (*)




(dpra/dpra)

Hide Ads