Keberadaan art shop (toko seni) di Desa Loyok, Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), bukan hanya dijadikan sebagai tempat "penampungan" hasil kerajinan anyaman bambu masyarakat setempat. Selama ini, art shop yang berjejer di pinggir jalan desa juga menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara alias turis asing.
Desa Loyok selama ini dikenal sebagai sentra perajin anyaman bambu di Lombok, sehingga menjadikan tempat tersebut menjadi salah satu tujuan wisata yang digemari oleh turis asing.
"Bahkan tidak sedikit wisatawan mancanegara menjadikan Desa Loyok menjadi salah satu desa yang wajib dikunjunginya ketika datang ke Lombok," kata Lalu Sopiandi, manager di Loyok Yat art shop ditemui detikBali, Minggu (14/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aneka ragam produk kerajinan anyaman bambu yang terdapat di art shop. Mulai dari gegandek (anyaman berbentuk tas yang biasa digunakan oleh orang tua pada zaman dahulu), bakul tempat nasi dan tudung saji, handbag, tas, dompet, kap lampu, dan beragam produk anyaman lain berbahan bambu.
"Kerajinan bambu Loyok memiliki 26 motif yang dibuat dengan cara berbeda-beda dan bahannya murni dari bambu," terang Lalu Sopiandi.
Menurutnya, salah satu yang menjadikan alasan turis asing berkunjung ke Desa Loyok karena mereka penasaran melihat proses pembuatan produk anyaman dari bambu. Selain itu, para turis yang berkunjung bisa belajar dan berinteraksi dengan perajin.
Lalu Sopiandi pengelola Loyok Art Shop di Desa Loyok, Kecamatan Sikur, Lombok Timur, NTB, Minggu (14/12/2025). (Foto: Sanusi Ardi/detikBali) |
"Ketika datang, mereka kami beri kesempatan untuk belajar langsung, dan mereka sangat senang ketika kami tunjukan proses pembuatan produk dari anyaman bambu ini," ujar Lalu Sopiandi.
Puncak kunjungan wisatawan biasanya terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus. "Tembus hingga 50 orang, namun ketika kunjungan sedang sepi hanya mencapai 10 orang," kata Lalu Sopiandi.
Dia membeberkan produk-produk kerajinan diambil langsung dari masyarakat setempat yang sebagian besar berprofesi sebagai perajin.
"Biasanya produk-produk ini dibuat di rumah masing-masing perajin, sekali seminggu atau sekali sebulan para perajin akan mengantarnya ke tempat kami untuk dipasarkan," jelas Lalu Sopiandi.
Selama ini, dia berujar, produk kerajinan anyaman bambu di Desa Loyok jarang dipasarkan secara online. Para pembeli lebih suka datang secara langsung karena lebih puas memilih dan bisa melihat kondisi barang.
"Mereka lebih senang secara langsung berinteraksi dengan kami disini, dan mereka puas memilih kalau langsung datang," terang Sopiandi.
Kendati demikian, kerajinan bambu Loyok sudah banyak dikirim ke beberapa daerah, di antaranya Bali dan Jawa. Bahkan keluar negeri seperti Jerman, Inggris, dan negara-negara Eropa lain.
Beragam barang kerajinan bambu di Loyok Art Shop, Desa Loyok, Kecamatan Sikur, Lombok Timur, NTB, Minggu (14/12/2025). (Foto: Sanusi Ardi/detikBali) |
"Biasanya tamu yang sudah datang mereka akan merekomendasikan untuk membeli oleh-oleh di tempat kami, ceritanya dari mulut ke mulut," kata Sopiandi.
Meskipun begitu, kendala utama pengiriman kerajinan ke luar negeri selama ini adalah proses yang lama dan ongkos kirim yang mahal.
"Lumayan mahal biayanya dan waktu pengiriman barang-barang kami cukup lama, itulah alasan perajin lebih memilih menitipkan produknya di tempat kami," ucap Lalu Sopiandi.
Tak hanya itu, yang menjadi kekhawatiran Lalu Sopiandi saat ini adalah menurunnya minat anak-anak muda yang menekuni kerajinan anyaman bambu. Dia pun berharap adanya pusat edukasi anyaman bambu sebagai bentuk upaya dalam mempertahankan eksistensi anyaman bambu di Desa Loyok.
"Anyaman bambu di desa kami bisa dikatakan turun-temurun dan masih ditemukan hingga sekarang, tapi anak-anak muda sekarang agak kurang berminat menekuninya, kami khawatir lambat laun anyaman bambu di desa kami hanya menjadi tinggal nama dan dilupakan," tandas Sopiandi.
(hsa/nor)












































