Pemerintah akan menerbitkan aturan baru tentang pemilihan lokasi pembangunan rumah subsidi. Yakni, lokasi rumah subsidi wajib dibangun di lahan yang juga disubsidi pemerintah.
"Ketentuan tentang subsidi tanah. Jadi nanti semua rumah subsidi itu hanya dibangun di atas tanah yang disubsidi oleh pemerintah," kata Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP), Fahri Hamzah, seusai membuka diskusi internasional Habitechno 7 di Kampus Universitas Udayana (Unud) Bukit Jimbaran, Badung, Kamis (6/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri mengatakan bangun rancang atau desain rumah yang akan dibangun di lahan subsidi akan tetap vertikal. Selain itu, desain bangunannya, akan mengikuti aturan adat setempat.
Misalnya, aturan adat di Bali yang melarang tinggi bangunan melebihi 15 meter. Hal itu diatur dalam Peraturan daerah (Perda) Provinsi Bali nomor 2 tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali.
Selain itu, desain rumah vertikal dilakukan untuk menghindari tingginya harga tanah. Fahri mengatakan harga tanah berimbas ke harga bangunan rumahnya.
"Selain itu, agar komponen (harga) tanah itu tidak terlalu besar. Karena yang membuat rumah mahal itu (harga) tanah. Apalagi di Bali, spekulan tanahnya sudah banyak sekali," kata Fahri.
Diberitakan sebelumnya, Bali jadi salah satu provinsi pioner yang jadi sasaran program tiga juta unit rumah. Jutaan rumah itu mulai direalisasikan sebanyak 400 ribu unit pada 2026 dengan biaya dari APBN sebesar Rp 8,9 triliun.
Material bangunan rumahnya 100 persen lokal dan diklaim ramah lingkungan. Sebagian jatah pembangunan rumah baru dan renovasi rumah lama akan berlokasi di semua pesisir Bali, Nusa Lembongan, Kabupaten Klungkung, dan di Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
"Satu juta rumah di pedesaan, satu juta rumah di pesisir, termasuk Nusa Lembongan, dan satu juta rumah di perkotaan, misalnya di Ubud. Secara umum, biaya berasal dari banyak sumber. Untuk di pedesaan, biaya dari APBN sepenuhnya," katanya.
(hsa/iws)











































