Sebanyak 16 koperasi mengajukan izin Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) untuk mengelola 16 blok Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Nusa Tenggara Barat (NTB). Belasan IPR tersebut tersebar di beberapa daerah, yakni di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat (5 blok), Sumbawa Barat (3 blok), Sumbawa (3 blok), serta Bima dan Dompu (5 blok).
Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Ahmadi, mengatakan belum bisa menerbitkan Izin Lingkungan terhadap 16 blok IPR tersebut. Izin Lingkungan baru akan diterbitkan sesuai Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 89.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Wilayah Pertambangan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Ya ada 16 koperasi sudah ajukan, tetapi baru dokumen profilnya. Baru itu saja. Jadi nanti kalau sudah oke dokumen UKL dan UPL selesai di Kementerian Lingkungan Hidup, baru kami memberikan izin lingkungan," kata Ahmadi di Mataram, Selasa (26/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum memberikan Izin Lingkungan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB akan melihat besaran dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pengelolaan tambang emas tersebut. Pemprov NTB, tegas Ahmadi, akan aktif melakukan pengawasan berdasarkan dokumen UKL dan UPL yang diterbitkan Kementerian ESDM.
"Masalah kerusakan kan tergantung operator yang ada mengerjakan dan termasuk juga daripada tingkat pengawasan kemudian tingkat pelaksanaan dari dokumen UKL dan UPL yang mengelola tambang. Artinya walaupun dikelola koperasi, kami wajibkan membuat UKL dan UPL karena skalanya kecil," ujar Ahmadi.
Dokumen UKL dan UPL yang diajukan 16 koperasi tersebut harus melibatkan multisektor dalam upaya pengawasan. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan di area tambang tersebut. Dokumen UKL dan UPL itu juga harus diinput ke dalam situs AMDAL-net milik Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
"Kalau sudah keluar dokumen dari situ baru kami bahas. Mana yang disetujui oleh pusat tinggal kita bahas," ujar Ahmadi.
Ahmadi mengungkapkan Pemprov NTB belum melakukan kajian lingkungan terkait pengelolaan 16 blok IPR di Lombok Barat, Sumbawa, Bima dan Dompu. Sebelum dibahas, dokumen kajian harus dikeluarkan oleh kementerian kepada koperasi yang mengelola tambang.
"Bukan masalah itu ya, tergantung koperasi ini sudah membuat kajian atau tidak. Jadi tetap mengacu pada UKL dan UPL. Nanti ini diunggah dahulu ke kementerian," ungkap Ahmadi.
Ahmadi belum bisa memastikan kapan tambang rakyat ini mulai beroperasi. Pengelolaan tambang baru mulai beroperasi jika semua dokumen telah dilengkapi oleh pengelola.
"Bolanya ada di koperasi. Ada tidak dokumen-dokumennya. Kalau semua selesai tidak terlalu lama. Kan setelah itu (dokumen) kita bahas dengan berbagai disiplin ilmu. Ini belum tentu juga dokumen sempurna pasti ada perbaikan," ucap Ahmadi.
Pemprov NTB akan mengeluarkan Izin Lingkungan jika semua dokumen dituntaskan dan telah dilakukan perbaikan. Jika penambangan sudah beroperasi, akan ada bagi hasil dengan pemerintah daerah. Namun, Ahmadi belum mengetahui besaran persentase bagi hasil tersebut.
"Soal angka bagi hasil kita belum tahu. Kan menarik juga tambang ini dari segi pendapatan daerah. Mungkin, makanya Polda NTB menginisiasi kajian tambang ini. Daripada uang itu hilang kan, kan kerusakan lingkungan itu kita kontrol nanti," jelas Ahmadi.
(hsa/hsa)