Apple Terpukul Tarif Baru Trump, Harga iPhone Bisa Tembus Rp 38 Juta

Apple Terpukul Tarif Baru Trump, Harga iPhone Bisa Tembus Rp 38 Juta

Fino Yurio Kristo - detikBali
Minggu, 06 Apr 2025 14:20 WIB
Staff members attend to customers as the new iPhone 16 series smartphones go on sale at an Apple store in Beijing, China September 20, 2024. REUTERS/Florence Lo
Toko iPhone. (Foto: REUTERS/Florence Lo)
Denpasar -

Apple menghadapi tekanan besar setelah Presiden AS Donald Trump kembali mengenakan tarif tinggi terhadap lebih dari 180 negara, termasuk negara-negara basis produksi Apple seperti China, India, Vietnam, dan Malaysia.

Dilansir dari detikInet, Minggu (6/4/2025), langkah ini memukul strategi diversifikasi rantai pasokan Apple dari China yang selama ini dijalankan untuk menghindari risiko geopolitik dan pandemi. Saham Apple pun langsung anjlok lebih dari 9% pada Kamis, menghapus lebih dari US$ 300 miliar kapitalisasi pasar. Ini merupakan penurunan harian terburuk sejak Maret 2020.

"Ketika Anda melihat tarif ke negara-negara seperti Vietnam, India, dan Thailand, tempat Apple mendiversifikasi rantai pasokannya, tidak ada tempat melarikan diri," kata analis Morgan Stanley Erik Woodring.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apple diketahui telah memindahkan sebagian produksi iPhone ke India, memproduksi AirPods di Vietnam, serta merakit desktop Mac di Malaysia. Namun, seluruh negara tersebut kini turut terdampak tarif tinggi yang diberlakukan AS.

Beban Tarif dan Potensi Kenaikan Harga

Tarif yang dikenakan Trump terhadap China mencapai 54%, setelah digabungkan dengan tarif tambahan sebesar 34% pada Januari lalu. India dikenai tarif 26%, Vietnam 46%, dan Malaysia 25%.

ADVERTISEMENT

Akibatnya, Apple mungkin terpaksa menaikkan harga produknya di pasar AS antara 17% hingga 18% untuk mengimbangi tarif. Hal ini membuat analis memperkirakan harga iPhone bisa melonjak tajam.

"Dalam lingkungan seperti ini, Anda harus memikirkan skenario terburuk," kata Erik Woodring lagi.

iPhone Bisa Dijual Rp 38 Juta

Sebagian besar dari 200 juta unit iPhone yang diproduksi setiap tahun dirakit di China. Jika tarif tetap berlaku, harga iPhone bisa melonjak drastis. Analis Wedbush, Dan Ives, memperkirakan harga iPhone terbaru bisa mencapai US$ 2.300 atau sekitar Rp 38 juta. Bahkan, iPhone 16e yang saat ini dijual seharga US$ 600 dapat naik menjadi US$ 858.

"Ini strategi berisiko, terutama ketika konsumen sedang lelah dengan inflasi dan tekanan harga," tulis Dan Ives.

Apple pun dihadapkan pada pilihan sulit: menanggung beban tarif sendiri atau membebankannya ke konsumen, yang bisa berdampak pada penjualan.

Produksi Apple Masih Terkonsentrasi di Asia

Sebagian besar produksi Apple masih berlangsung di China, India, Vietnam, dan negara Asia lainnya. Apple sebelumnya memperingatkan bahwa kebijakan tarif dapat mempengaruhi bisnis, menaikkan harga, dan bahkan menghentikan produksi beberapa produk.

Menurut Evercore ISI, sekitar 80% kapasitas produksi Apple berasal dari China. Sekitar 90% iPhone dan 55% produk Mac dirakit di negara itu. Sementara itu, 80% iPad juga berasal dari pabrik di China.

India saat ini menyumbang 10%-15% produksi iPhone, dan ditargetkan bisa mencapai 25% secara global pada akhir 2025. Sedangkan di Vietnam, 20% iPad dan 90% perangkat wearable Apple seperti Apple Watch dirakit di sana.

Malaysia dan Thailand pun turut berperan dalam produksi Mac, masing-masing dikenai tarif 25% dan 36%. Komponen penting lainnya berasal dari Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan AS, yang biasanya dikirim ke negara perakitan akhir.

Rencana Produksi di AS Masih Terbatas

Trump menyebut tarif bertujuan mendorong kembalinya manufaktur ke AS. Ia bahkan menyebut Apple dalam pernyataannya, mengatakan "mereka akan membangun pabrik di sini."

Meski begitu, investasi Apple sebesar US$ 500 miliar di AS sebagian besar berupa pembelian suku cadang dan chip dari pemasok domestik. Apple hanya memproduksi Mac Pro di Texas, sementara produk volume tinggi masih dirakit di luar negeri.

"Menurut perkiraan kami, akan dibutuhkan waktu tiga tahun dan dana US$ 30 miliar hanya untuk memindahkan 10% dari rantai pasokannya ke AS, itu pun dengan gangguan besar," kata Dan Ives.

Apple juga mengumumkan rencana membangun pabrik baru untuk server kecerdasan buatan di Texas pada Februari lalu. Namun sejauh ini, produksi massal tetap belum dilakukan di AS.

Artikel ini telah tayang di detikInet. Baca selengkapnya di sini!




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads