Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan adanya ketidaksesuaian harga dalam penjualan LPG 3 kilogram (kg). Ia menyoroti bahwa LPG 3 kg kerap dijual di atas harga ideal yang telah dihitung oleh pemerintah.
Bahlil menjelaskan, setelah diberikan subsidi oleh pemerintah, harga LPG per kilogram seharusnya hanya Rp 4.250. Padahal, harga asli yang diimpor dari Saudi Aramco mencapai Rp 16.000 hingga Rp 17.000 per kilogram.
"Artinya kita subsidi, negara subsidi Rp 12.000 minimal sampai Rp 12.500 per kilogram. Jadi satu tabung LPG 3 kilo itu kami subsidi kurang lebih sekitar Rp 36.000. Idealnya harga ini sampai di rakyat tidak lebih Rp 16.000," kata Bahlil dalam Indonesia Economic Summit di Shangri-La Jakarta, Rabu (19/2/2025), dilansir dari detikFinance.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ia mengungkapkan bahwa LPG 3 kg di pasaran bisa dijual dengan harga Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per tabung. Hal ini berarti masyarakat membayar lebih besar dari harga yang seharusnya.
"Tapi apa yang terjadi? Rakyat kita beli dengan harga mohon maaf Rp 25.000, Rp 23.000, ada yang Rp 30.000. Jadi kita ini mengambil hak rakyat, suruh rakyat bayar lebih gitu loh. Ya saya sebagai mantan orang miskin dan dibesarkan dalam keluarga yang susah nggak rela ini terjadi," imbuhnya.
Harga LPG 3 Kg Tak Naik Sejak 2007
Bahlil juga menyinggung harga LPG 3 kg tidak mengalami kenaikan sejak tahun 2007. Hingga kini, harga yang ditetapkan pemerintah tetap Rp 4.250 per kg meskipun besaran subsidi terus meningkat.
"(Subsidi) Rp 80 triliun, Rp 84 triliun, Rp 87 triliun. Tahun 2023 itu Rp 87 triliun. Dan untuk LPG ini sejak 2007 diterapkan sampai sekarang harganya nggak naik-naik. Jadi harga yang kita kasih ke masyarakat itu hanya Rp 4.250 per kilogram," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bahlil mengungkapkan kebutuhan LPG nasional mencapai 8,3 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi dalam negeri hanya berkisar 1,4 hingga 1,6 juta ton, sehingga pemerintah harus menutupi selisihnya dengan impor.
"Nah terkait dengan ini tidak ada cara lain. Kita harus membangun industri dalam negeri, siapa yang punya wilayah kerja yang C3, C4 daripada gas itu yang bisa kita konversi untuk menjadi LPG. Kalau tidak, kita bangun jargas," terang Bahlil.
Artikel ini telah tayang di detikFinance. Baca selengkapnya di sini!
(dpw/dpw)