Produk kerajinan berbahan bambu saat ini tak bisa dipandang sebelah mata. Seiring kemajuan zaman, bambu tak cuma disulam menjadi sekadar kerajinan biasa, tetapi sudah menjadi kebutuhan papan yang bernilai fantastis.
Ni Nengah Kartini, salah seorang perajin asal Bangli, Bali, itu terbilang lihai melihat peluang bisnis. Kartini sekarang fokus mengerjakan atap maupun plafon berbahan bambu untuk sejumlah proyek bangunan hotel maupun restoran di Bali.
Walhasil, Kartini bersama anak-anaknya mampu meraup omzet puluhan juta rupiah dari bisnis ini. Meski Kartini mengakui proyek tersebut bersifat musiman.
"Kami sudah kerjakan di Pecatu, Badung, ada. Nusa Penida, Ubud, Karangasem, Pantai Nyanyi Tabanan. Paling banyak ya villa, hotel," tutur Kartini saat ditemui, Minggu (24/11/2024).
Kartini mulai membangun usahanya sejak 2020 dengan nama 'Rumpun Bambu Bangli'. Saat pandemi COVID-19 menghantam perekonomian Bali, perempuan asli Banjar Kayang, Desa Kayubihi, Bangli, itu gigih menjual berbagai perkakas rumah berbahan anyaman itu secara online.
Dari sana, produk khas Kartini mulai dikenal banyak orang. Sampai pada 2023, Kartini menambah jumlah produksinya karena naiknya permintaan.
Di waktu bersamaan, Kartini mencoba berinovasi dengan membuat ulatan bambu yang dinamai ancat. Anyaman kulit bambu itu belakangan semakin diminati karena terlihat estetik jika dipakai plafon.
"Dari sana berkembang membuat motif 3 dimensi untuk plafon. Setelah itu mulai juga menggarap atap bambu. Itu yang kerjakan ada tukang, dibantu keluarga," kata Kartini.
Perempuan 47 tahun itu mematok harga ancat Rp 80 ribu per meter persegi. Harga itu juga menyesuaikan dengan kerumitan dan kualitas bambu yang dipakai. Untuk motif 3 dimensi saja dihargai Rp 300 ribu per meter persegi.
"Paling banyak proyek pakai bambu itu untuk atap ruangan. Pernah ada pesanan 2.000 lembar untuk plafon saja, termasuk tiga dimensi. Variasinya itu kan harus kami tentukan awal karena dibuat berbulan-bulan," sambungnya.
Masih Kerjakan Anyaman Perkakas Rumah Tangga
Desa Kayubihi, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali, jadi salah satu sentra kerajinan bambu di Bali. Tak heran di setiap sudut rumah, terdapat minimal satu perajin yang mengerjakan berbagai perkakas rumah tangga berbahan anyaman bambu.
Mulai dari nampan, tempeh, bakul nasi, tekor atau piring, gelas, tempat jajan, hingga produk modifikasi seperti gelas, tempat tisu, hingga lampion. Alat-alat upacara Bali juga dikerjakannya.
Menurut Kartini, desa tersebut juga banyak ditumbuhi pohon bambu, sehingga tidak sulit bagi warga untuk mendapat bahan baku. Yang paling banyak ditemui adalah jenis bambu tali. Bahan ini biasa dipakai untuk produk anyaman.
"Makanya di sini banyak yang jual keben atau sokasi (tempat canang/banten), besek, bokoran, yang dipakai Ibu-ibu PKK ke pura-pura. Biasanya dipakai tempat sesaji saat upacara," jelas Kartini.
Satu sokasi bisa ia jual dengan harga antara Rp 200 ribu-Rp 300 ribu. Perbedaan itu tergantung kerumitan motif dan jenis bahan. Kata dia, biasanya anyaman yang memakai rautan bambu yang tipis harganya lebih mahal.
"Karena kami harus membuat motif atau bikin nama pakai ulatan, itu yang susah. Kalau sebitan (rautan) besar-besar ya lebih murah, sekitar Rp 200 ribuan," ucap Kartini.
Untuk produk lain seperti tempat jajan, bakul nasi, gelas, hingga lampion dan lain-lain dijual di kisaran harga Rp 30 ribu-Rp 200 ribuan. Menurutnya, bahan yang dipakai harus sudah ditentukan berkualitas baik, yakni kayu benar-benar matang kering dan kadar airnya sedikit.
"Biasanya tunggu waktu panen yang 2-3 tahun itu. Warnanya sudah tidak hijau lagi. Kalaupun kendala cuaca tidak bisa pengeringan alami, kami pakai teknik pengasapan," sebut Kartini.
Semua kerajinan perkakas itu ia kerjakan bersama keluarga. Jika pesanan banyak, ia merekrut tenaga musiman. Produk Kartini sudah merambah beberapa pasar di Bali hingga keluar seperti Jatim hingga Jateng, dengan omzet mencapai Rp 3 juta-Rp 5 juta per bulan.
Simak Video "Video: Detik-detik Kecelakaan Truk Rem Blong di Bali, 4 Orang Tewas"
(nor/nor)