Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan indeks literasi keuangan Indonesia saat ini berada di level 65,4 persen. Indeks literasi keuangan nasional itu diklaim tidak buruk.
"Literasi 65 persen ini, is not bad at all (sama sekali tidak jelek). Nggak jelek, dari berbagai negara-negara yang juga melakukan (survei) indeks literasi keuangan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi seusai menghadiri acara konferensi OECD/INFE OJK di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (8/11/2024).
Indeks nasional literasi keuangan itu tercatat berdasarkan survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNKIK) dan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Selain catatan soal indeks literasi keuangan, 75 persen responden juga diketahui telah menggunakan produk jasa keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, OJK berupaya meningkatkan indeks literasi dan inklusi keuangan itu. Upayanya antara lain, sosialisasi literasi keuangan melalui program agen layanan keuangan tanpa kantor (laku pandai) dan digitalisasi edukasi keuangan oleh OJK dan perbankan.
"Digitalisasi itu penting untuk meningkatkan inklusi," katanya.
Menurutnya, indeks literasi keuangan yang masih 65,4 persen disebabkan sejumlah faktor. Pertama, soal akses dan pengetahuan masyarakat soal produk jasa keuangan.
Banyak masyarakat di wilayah Indonesia, yang dikategorikan daerah tertinggal, belum mendapat akses pengetahuan soal produk jasa keuangan. Pun di Pulau Jawa. Kondisi geografis itu berkaitan dengan kualitas internetnya.
"Karena itulah kami edukasi. Kalau di luar negeri (literasi keuangan) itu sudah mandatory dan masuk kurikulum," katanya.
(dpw/dpw)