Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali I Gede Sedana menyebut kemarau panjang membuat produksi padi di Bali turun. Para petani yang biasanya memanen padi dua kali setahun, kini hanya bisa sekali.
"Intensitas tanamnya menjadi menurun di tingkat petani. Misalnya yang tadi dia tanam dua kali padi, menjadi satu kali. Atau dia (petani) bisa menanam padi tapi lahannya tidak 100 persen," ujar Sedana, Kamis (26/10/2023).
Sehingga, lanjutnya, intensitas tanam tidak maksimal dapat mempengaruhi dan menurunkan produksi padi. Beruntungnya tak sampai gagal panen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun di sisi lain, pada musim kemarau panjang seperti ini turut mengerek harga gabah. Sehingga para petani masih bisa merasakan peningkatan keuntungan dari menjual gabahnya.
"Kembali lagi karena kenaikan harga gabah maka harga beras di pasaran juga ikut naik sehingga para petani pun yang menjual gabah kemudian dia harus membeli beras," ujarnya.
Pun demikian, kata Sedana, kemarau panjang tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi petani Bali. Sebab. Para petani bali saat tidak dapat menanam padi mereka bisa menanam yang lain.
"Petani-petani terbiasa menanam bunga, sehingga bisa mendapat penghasilan dari sana selain itu sayuran, hortikultura juga ada di sana. Sehingga ada pemasukan," terangnya.
Selain itu, petani di beberapa daerah seperti Tabanan menanam kacang-kacangan, bayam, kangkung, jenis tanaman yang tidak membutuhkan air yang banyak.
Oleh sebab itu, situasi kekeringan seperti saat inj di Bali tidak memberi dampak yang signifikan. Justru, sambung Sedana, pada musim hujan potensi gagal panen sangat tinggi. Bisa mencapai 10-15 persen.
"Di musim hujan ini jauh lebih besar kemungkinan gagal panennya, karena kalau gagal hujan apalagi cuaca yang tidak bisa diprediksi ini bisa mencapai 10-15 persen mengalami gagal panen," jelas Sedana.
(dpw/nor)