Sentra produksi tedung atau payung tradisional di Jalan I Gusti Ketut Jelantik, Banjar Munggu, Desa/Kecamatan Mengwi, Badung, Bali banjir pembeli. Permintaan tedung bisa meningkat sejak sebulan menjelang Galungan dan Kuningan.
Ni Nyoman Yastini (55) mengatakan, tedung yang terjual bisa mencapai puluhan. Ini berbeda dengan hari biasa yang hanya terjual 5 tedung paling banyak. Tedung digunakan dalam berbagai upacara di pura. Selain itu, warga juga memesan untuk keperluan pribadi.
"Jadi ada jangka waktunya. Biasanya kalau sudah lama, masyarakat akan ganti tedung dengan yang baru saat upacara adat. Di pura juga begitu, jadi ada yang ganti. Tedung di tempat saya bisa laku 50 buah paling banyak sehari," ungkap Yastini, Senin (2/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, satu tedung dihargai Rp 100 ribu untuk jenis biasa. Secara spesifikasi tidak terlalu rumit dan memakai bahan yang standar. Sementara untuk spesifikasi spesial dihargai hingga Rp 400 ribu.
"Bahan yang Rp 400 ribu itu beda. Kami pakai bahan kain beludru yang tebal, ada hiasan cat emas, ada ukiran di tongkatnya. Jadi pengerjaan lebih rumit dari yang biasa, pakai kain lebih tipis," jelas Yastini.
Menurut dia, pembeli lebih banyak membeli tedung jenis biasa. Biasanya akan dipakai untuk menghiasi pura saat upacara adat. Sementara yang spesial dipesan untuk keperluan dekorasi hotel dan tempat wisata.
Pembelinya beragam, mulai masyarakat biasa, anggota banjar, hingga pengelola hotel. Selain tedung, ia juga menjual umbul-umbul dan perlengkapan upacara lainnya.
Kata Yustini, sebagian besar warga di Banjar Munggu, Desa Mengwi dan sekitarnya adalah perajin tedung. "Tedung yang dijual ini murni hasil perajin desa sini," pungkasnya.
(iws/gsp)