Soal Polemik di Subak Jatiluwih, Pengamat Desak Bentuk Badan Pengelola WBD

Abid Ahmad Ibrahim - detikBali
Jumat, 05 Des 2025 13:32 WIB
Sejumlah wisatawan mancanegara berjalan menyusuri persawahan saat berkunjung di Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih, Tabanan, Bali, beberapa waktu lalu. (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Denpasar -

Polemik pemanfaatan lahan persawahan di Jatiluwih, Tabanan, Bali, semakin memanas. Kisruh bermula saat Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang dan Alih Fungsi Lahan (TRAP) DPRD Bali menemukan pelanggaran tata ruang saat menggelar inspeksi mendadak (sidak) di kawasan yang diakui sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh UNESCO itu.

Pengamat pertanian Universitas Udayana (Unud), I Made Sarjana, mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali membentuk Badan Pengelola WBD untuk menyusun perencanaan pengelolaan subak Jatiluwih. Menurutnya, hingga kini belum ada rencana induk (masterplan) terkait pemanfaatan lahan untuk kepentingan akomodasi pariwisata di kawasan subak tersebut.

"Seharusnya DPRD Bali mewajibkan Gubernur bikin Badan Pengelola WBD, karena tidak ada masterplan pengelolaan Daya Tarik Wisata (DTW) Jatiluwih," ujar Sarjana kepada detikBali, Jumat (5/12/2025).

Pansus TRAP DPRD Bali menyebut sebanyak 13 bangunan melanggar aturan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Sawah Dilindungi (LSD), termasuk warung berkedok gubuk di Jatiluwih. Menurut Sarjana, belum jelasnya masterplan memicu warga setempat membangun akomodasi pariwisata di subak Jatiluwih.

"Makanya pengusaha lokal membangun tempat usaha dengan sistem coba-coba," imbuh Ketua Lab Subak dan Rekayasa Agrowisata Fakultas Pertanian Unud itu.

Sarjana lantas menjelaskan perkembangan kawasan Jatiluwih yang berlangsung secara alamiah dan tanpa arah pengelolaan yang jelas. Pembangunan akomodasi wisata sepenuhnya bergantung pada keinginan masing-masing pemilik lahan. Walhasil, lanskap kawasan yang seharusnya dijaga justru kerap terabaikan.

Menurut Sarjana, hal itu menjadikan setiap bangunan berdiri dengan standar estetika berbeda-beda. Dia menilai pola pikir serupa yang dianut banyak pemilik lahan inilah yang kemudian memunculkan kesan semrawut.

"Yang ada sekarang kan pendapat masyarakat atas pertimbangan situasional. Karena ada permintaan wisatawan terkait makan dan minum di area sawah, ya dibangun warung dengan mengalihfungsikan kandang sapi," ujar Sarjana.



Simak Video "Video DPRD Bali Sidak Kawasan Tahura: Ada Pabrik Beton-Rumah Warga"


(iws/iws)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork