Respons GIPI Bali soal Kabar Adanya Bos Hotel Batasi Akses Pantai

Respons GIPI Bali soal Kabar Adanya Bos Hotel Batasi Akses Pantai

Rizki Setyo Samudero - detikBali
Selasa, 18 Nov 2025 14:14 WIB
Pantai Jerman, Bali.
Ilustrasi pantai Bali (Foto: Weka Kanaka/detikcom)
Denpasar -

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali buka suara terkait kabar adanya pemilik hotel membatasi akses pantai untuk masyarakat. Dalam hal ini bagi masyarakat Bali yang hendak melakukan upacara keagamaan di pantai.

"GIPI Bali menghargai perhatian Bapak Gubernur terkait penataan akses pantai. Mayoritas pelaku usaha pariwisata tidak membatasi akses publik dan tetap mematuhi aturan," kata Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana saat dihubungi detikBali, Selasa (18/11/2025).

Partha menyebut jika ada kasus seperti itu dilakukan oleh perorangan. Hal itu yang perlu ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

GIPI Bali, lanjut Partha, merespons baik adanya rencana pembentukan Perda tentang Perlindungan Pantai dan Sempadan Pantai untuk Kepentingan Upacara Adat, Sosial, dan Ekonomi Masyarakat Lokal.

"GIPI Bali siap berkolaborasi dengan pemerintah dan desa adat untuk memastikan pantai tetap menjadi ruang publik yang tertata, terbuka, dan menghormati nilai budaya Bali," jelas dia.

ADVERTISEMENT

Terpisah, Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan bahwa pengusaha yang mengklaim pantai di area belakang hotelnya adalah hal yang keliru. Ia menilai pantai merupakan area publik bukan milik salah seorang saja.

"Kalau ada pihak-pihak yang mengklaim seperti itu, itu sudah sangat keliru apalagi melarang masyarakat yang ingin melakukan kegiatan, upacara keagamaan dan sebagainya," ungkap Rai.

Pihak hotel boleh saja memanfaatkan area pantai di belakang hotel untuk kegiatan. Namun, tidak berhak menutup dan menguasai sepihak. Apalagi menutup akses umum.

"Ini kan area publik jadi persoalannya. Intinya pihak hotel tidak bisa mengklaim milik pribadi. Pantai adalah milik umum," tegasnya.

Menanggapi rencana pembentukan perda, Rai setuju-setuju saja. Namun, pemerintah tetap harus melibatkan berbagai pihak untuk merumuskan dan mengkaji aturan tersebut.

"Kita mendukung karena aktivitas itu harus gitu dilakukan. Boleh diatur, duduk bersama dengan masyarakat dan sebagainya. Jadi itu harus dikomunikasikan, disosialisasikan. Makanya harus diantisipasi apa yang boleh dan tidak boleh," pungkas Rai.

Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menyentil pengusaha yang mengelola hotel hingga vila di pinggir pantai di Pulau Dewata. Koster menyebut para pengusaha itu kerap berlagak seperti penguasa kawasan pantai.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pun menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Pantai dan Sempadan Pantai untuk Kepentingan Upacara Adat, Sosial, dan Ekonomi Masyarakat Lokal. Gagasan ini merespons pemanfaatan pantai sebagai salah satu tempat ritual Hindu di Bali yang dipandang kian terdesak.

"Belakangan ini kita melihat bahwa fungsi pantai dan sempadan pantai sebagai ruang religius, ruang sosial, dan ruang ekonomi semakin mengalami tekanan pemanfaatannya sebagai ruang publik," ujar Gubernur Bali Wayan Koster dalam sambutan saat Rapat Paripurna DPRD Bali di Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Senin (17/11/2025).

Koster menyebut masyarakat Bali kerap mengalami kesulitan saat hendak mengadakan upacara adat atau ritual keagamaan di pantai. Bahkan, dia berujar, ada pihak yang menutup akses dan melarang kegiatan upakara adat di pantai.

"Jadi, masyarakat yang mau ke pantai, mau segara kerthi, upakara segala macam, itu makin terbatas. Ada yang menutup akses, ada yang melarang aktivitas, atau bahkan ada yang melakukan aktivitas di pantai yang tidak semestinya. Padahal pada saat bersamaan ada upakara yang sangat penting," imbuhnya.




(mud/mud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads