Duarrrr! Tiga bom mengguncang Pulau Dewata dalam satu malam, 12 Oktober 2002. Ingar bingar pesta di kelab malam Sari Club dan Paddy's Pub, Kuta, mendadak mencekam. Di lokasi lainnya, bom meledak di dekat Konsulat Amerika Serikat, kawasan Renon, Denpasar.
Malam itu, Jennifer Ann Murphy datang ke Sari Club untuk sekadar bersenang-senang seusai berjemur dan berenang di Pantai Kuta. Turis Australia itu hanya pergi berdua bersama koleganya, Nicole Maree Harrison.
Namun, serangan teroris membuat rencana pelesiran dua perempuan asal Negeri Kanguru itu berantakan. Jennifer dan Nicole tewas dalam tragedi yang kelak dikenal sebagai Bom Bali 1 tersebut.
"Bom Bali telah menyakiti perasaan banyak orang. Kehilangan anggota keluarga dalam tragedi itu sulit," tutur Chris Murphy, putra Jennifer, seusai meletakkan seikat bunga bersama anak dan istrinya di Tugu Peringatan Bom Bali, Legian, Kuta, pada 12 Oktober 2024.
Chris belum bisa menerima kenyataan bahwa ibunya menjadi salah satu dari 202 korban tewas dalam tragedi kemanusiaan itu. Ia berada di Australia saat ibunya menghabiskan waktu untuk berlibur di Bali bersama Nicole.
"Ternyata ibu saya berada di waktu dan tempat yang salah. Saya tak pernah bisa benar-benar merelakan ibu pergi," tutur Chris.
Kesedihan serupa dirasakan Ni Luh Erniati. Hatinya perih. Serangan bom membuat perempuan berusia 53 tahun itu harus kehilangan suami tersayangnya, Gede Badrawan. yang merupakan kepala pelayan di Sari Club. Erni tak pernah membayangkan menjadi seorang janda dua anak.
"Kondisi psikis saya terpuruk karena merasa benar-benar sendirian. Membayangkan pun saya tidak pernah akan menjadi seorang janda," ujar Erni saat ditemui di daerah Sesetan, Denpasar, pada 7 Oktober 2023.
(iws/iws)