Cerita Warga Cemenggaon Bali Kelola Sampah lewat Teba Modern Sejak 2013

Ni Komang Ayu Leona Wirawan - detikBali
Senin, 18 Agu 2025 07:00 WIB
I Wayan Balik Mustiana bersama teba modern berbentuk meja miliknya di Desa Adat Cemenggaon, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali. (Foto: Ni Komang Ayu Leona Wirawan/detikBali)
Gianyar -

Istilah teba modern semakin populer setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengumumkan akan menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar, akhir tahun ini. Teba modern dianggap menjadi salah satu solusi penanganan sampah organik di Bali.

I Wayan Balik Mustiana adalah salah satu sosok yang turut mencetuskan istilah teba modern itu. Warga Desa Adat Cemenggaon, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali, itu mengelola sampah organik dengan sistem teba modern sejak 2013.

"Teba modern ini hasil modifikasi teba yang konvensional. Saya cuma tambahkan kata modern saja," ujar Wayan Balik saat ditemui detikBali, Rabu (13/8/2025).

Balik menjelaskan orang Bali sejak dahulu mengenal istilah teba atau teben, yang berarti bagian belakang rumah atau batas pekarangan. Sejak dulu, orang Bali tradisional menangani sampah organik berbasis sumber.

"Berkaca dengan kebiasaan orang dulu yang tinggal buang sisa kegiatannya. Alamiahnya, daun ketemu dengan tanah akan diurai karena ada mikrobanya," imbuhnya.

Sejak itu, Balik bersama warga Cemenggaon berulang kali menguji coba sistem teba dan mendapati sejumlah kegagalan. Mereka akhirnya menemukan formula yang tepat dengan membuat teba modern di dalam tanah maksimal dua meter. Jika lebih dari itu, Balik berujar, mikroba yang menjadi pengurai organik tidak dapat hidup.

Sementara itu, diameter lubang teba modern perlu dibuat sebesar 80 sentimeter (cm) agar lebih mudah mengontrol dan memanen kompos yang dihasilkan sampah organik di teba modern.

Balik membutuhkan dua buis beton setinggi 100 cm yang dilengkapi dengan tutup berdiameter 80 cm. Menurut Balik, perlengkapan membuat teba modern itu mudah ditemukan di toko bangunan. Adapun, biaya yang dibutuhkan untuk membuat teba modern secara mandiri sekitar Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta.

"Cara kerjanya sama saja seperti hutan. Hutan kan sekian ton ada organiknya. Pohon itu sudah diatur alam untuk memupuk dirinya sendiri. Sebab, pupuk terbaik adalah bagian dari tubuhnya. Daunnya jatuh ke tanah dan terurai sendiri oleh mikrobanya. Ini siklus alamiahnya," imbuh Balik.



Simak Video "Video: Menteri LH Bicara Rencana Tutup 306 TPA di Indonesia"


(iws/iws)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork