Perempuan 20 Tahun di China Terus Alami Orgasme, Begini Kisahnya

Perempuan 20 Tahun di China Terus Alami Orgasme, Begini Kisahnya

Suci Risanti Rahmadania - detikBali
Senin, 11 Agu 2025 11:35 WIB
Ilustrasi Perempuan
Foto: ilustrasi perempuan. (Getty Images/iStockphoto/kieferpix)
China -

Perempuan berusia 20 tahun di China mengalami kondisi langka yang membuatnya mengalami orgasme terus-menerus. Perempuan yang tak disebutkan namanya itu mengalami gejala yang tidak berhubungan dengan hasrat seksual, tetapi sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.

Dilansir dari detikHealth, perempuan tersebut awalnya memiliki riwayat epilepsi pada usia 12 tahun yang ditandai dengan hilangnya kesadaran episodik tanpa kejang, jatuh, atau inkontinensia. Pada fase terparah, ia mengalami 2-3 kali kejang per hari, masing-masing berlangsung kurang lebih 10 menit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) menunjukkan gelombang epilepsi dan pasien menjalani terapi rutin selama enam tahun. Atas saran dokter, pengobatan dihentikan, dan sejak itu tidak ada kekambuhan gejala.

Kemudian, pada usia 14 tahun, mulai muncul gejala kecurigaan berlebihan, seperti merasa orang lain memiliki kemampuan melihat pikiran dan mengetahui isi pikirannya, disertai perasaan tertekan hingga mengganggu kelanjutan studi.

ADVERTISEMENT

Pada usia 15 tahun, pasien tersebut dirawat di departemen psikiatri untuk pertama kalinya dan mendapat pengobatan. Tidak lama kemudian, ia mulai merasakan sensasi seperti aliran listrik dari perut bawah ke perut atas, disertai kontraksi rahim atau otot panggul, mirip dengan orgasme. Gejala ini muncul beberapa kali sehari, berlangsung beberapa detik, dan terjadi secara berkala.

Perempuan tersebut kemudian mencari pertolongan medis di salah satu rumah sakit di China. Kondisinya saat itu sudah begitu parah hingga episode orgasme muncul bahkan saat wawancara medis berlangsung.

Hasil pemeriksaan, termasuk pemantauan EEG dan tes lain, menyingkirkan kemungkinan epilepsi dan gangguan neurologis lainnya. Para ahli saraf sempat buntu hingga ia diberi obat antipsikotik untuk meredakan gejalanya.

Perempuan tersebut kemudian didiagnosis mengidap persistent genital arousal disorder (PGAD), kondisi yang masih jarang dipahami dan belum memiliki standar pengobatan baku.

Setelah beberapa minggu menjalani pengobatan, gejala pasien menjadi lebih jarang dan tidak separah sebelumnya. Ia kembali mampu bekerja dan bersosialisasi. Namun, saat menghentikan obat, gejalanya kambuh. Selama ia melanjutkan terapi antipsikotik, kondisinya tetap stabil.

Kasus ini dipublikasikan di AME Case Reports. Para penulis menyimpulkan sistem dopamin mungkin berperan penting dalam kelainan sensorik yang melibatkan sistem saraf pusat, dan pengobatan dengan obat antipsikotik dapat menjadi salah satu pendekatan terapi untuk Persistent Genital Arousal Disorder (PGAD).

Artikel ini telah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini!




(hsa/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads