Perempuan, Kaum Minoritas Gender, dan Mahasiswa Bali Tolak Pengesahan UU TNI

Perempuan, Kaum Minoritas Gender, dan Mahasiswa Bali Tolak Pengesahan UU TNI

Fabiola Dianira - detikBali
Kamis, 20 Mar 2025 19:51 WIB
Demo aksi tolak RUU TNI di Denpasar, Kamis (20/3/2025). (Fabiola Dianira)
Foto: Demo aksi tolak RUU TNI di Denpasar, Kamis (20/3/2025). (Fabiola Dianira)
Denpasar -

Sejumlah perempuan dan kaum minoritas gender yang tergabung dalam Aliansi Bali Tidak Diam turun ke jalan memperingati International Women's Day Bali sekaligus menolak revisi UU TNI di depan Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Kamis (20/3/2025). Mereka menolak RUU TNI karena dinilai berpotensi membungkam kebebasan sipil dan semakin menindas perempuan.

Koordinator lapangan Aliansi Bali Tidak Diam, Abi Intan, menyatakan bahwa perempuan memiliki alasan kuat untuk menolak RUU TNI karena berpotensi menghidupkan kembali kontrol militer atas ruang sipil yang dapat menindas perempuan. Ia juga mengingatkan bahwa dalam berbagai peristiwa sejarah, keterlibatan militer dalam urusan sipil seringkali berdampak buruk bagi perempuan, terutama mereka yang berasal dari kelompok rentan.

"Dalam RUU TNI yang baru, tentara bisa masuk ke ruang sipil dengan perintah presiden. Artinya, semakin banyak ruang sipil diisi oleh senjata. Kami bisa belajar di orde baru sebelumnya bagaimana perempuan ditindas saat kerusuhan 98 dan menjadi objek penindasan utama dari kerusuhan sipil. Apalagi dihadapkan dengan senjata, tentu akan semakin tertindas dan tidak berdaya," tegas Abi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain RUU TNI, para perempuan yang hadir dalam aksi ini juga menyuarakan berbagai bentuk ketidakadilan yang masih mereka alami. Mulai dari upah yang tidak setara, maraknya PHK terhadap pekerja perempuan, hingga peran ganda yang mereka emban di dalam keluarga.

"Di Bali, perempuan menghadapi double burden (beban ganda). Kami diharapkan mengurus rumah tangga, tetapi juga harus bekerja mencari nafkah. Belum lagi banyak perempuan yang dituntut berpendidikan tinggi," kata seorang peserta aksi.

ADVERTISEMENT

Aksi ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan International Women's Day Bali 2025 di Bali. Sebelumnya, peringatan International Women's Day Bali diisi dengan diskusi publik mengenai kebijakan yang berdampak pada perempuan dan kelompok minoritas gender.

Para peserta menegaskan bahwa perjuangan perempuan tidak akan berhenti. Mereka meminta pemerintah untuk tidak mengesahkan RUU TNI dan mendesak kebijakan yang lebih berpihak kepada perempuan, pekerja, serta kelompok minoritas.

"Perlawanan pasti akan selalu ada," tutup Abi Intan.

Mahasiswa dan Masyarakat Sipil Tolak UU TNI

Tak hanya perempuan dan kaum minoritas, sejumlah elemen masyarakat dan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Denpasar juga menyuarakan kekecewaan mereka terhadap pengesahan UU TNI yang dinilai merugikan masyarakat sipil.

Tomy Wiria dari FMN Cabang Denpasar menyebutkan bahwa salah satu poin utama yang dipermasalahkan dalam UU TNI adalah kebijakan yang memungkinkan anggota TNI aktif menduduki jabatan di pemerintahan. Menurutnya, hal ini dapat membatasi peran masyarakat sipil yang seharusnya memiliki kapasitas dalam mengelola pemerintahan.

"Kami melihat indikasi gerakan fasisme yang dipelopori oleh militer semakin besar. Ini membuat kami kecewa, gelisah, dan cemas. Hari ini, kawan-kawan Aksi Kamisan Bali, Aliansi Bali Tidak Diam, dan masyarakat sipil bersuara untuk menolak pengesahan UU TNI," ujar Tomy.

Selain menyoroti isu militerisasi pemerintahan, aksi yang dihadiri ratusan orang ini juga mengangkat isu perempuan dan kelompok minoritas. Ven, salah satu peserta aksi dari komunitas inklusif dengan ragam gender, menekankan pentingnya memperjuangkan hak perempuan, penyandang disabilitas, serta kelompok rentan lainnya di tengah kebijakan yang dinilai berpotensi menambah tekanan.

"Kami bukan hanya merayakan Hari Perempuan Sedunia, tetapi juga berangkat dari keprihatinan yang sama, melihat bahaya yang sama. TNI sudah punya banyak privilese. Kami khawatir UU TNI ini semakin mempersempit peluang masyarakat sipil untuk menyuarakan kepentingan rakyat dan mendapatkan wakil rakyat yang amanah," kata Ven.

Ia juga menyoroti rekam jejak TNI terutama yang berkaitan dengan diskriminasi terhadap kelompok dengan ragam gender.

"Dengan track record TNI di masa lalu, ada diskriminasi yang dilakukan oleh lembaga TNI terhadap kelompok dengan ragam gender. Ketika mereka bersikap diskriminatif terhadap anggota mereka sendiri dengan memecat anggotanya atas dasar seksualitas," tambahnya.




(nor/gsp)

Hide Ads