Salah satu alasan warga menuntut Perbekel Sudaji I Made Ngurah Fajar Kurniawan untuk mundur dari jabatannya adalah dugaan penyalahgunaan dana desa.
Salah seorang warga, Gede Arta Yasa, mengeklaim punya bukti-bukti mengenai dugaan penyalahgunaan dana desa itu. Menurutnya, penggunaan dana desa tidak pernah disampaikan kepada warga sebagai bentuk pertanggungjawaban.
"Ini ada data dan faktanya. Bantuan berupa peternakan juga. Masyarakat juga sudah melapor," kata Arta Yasa yang ikut bersama ratusan warga lainnya dari Dadia Agung Pasek Gelgel Jro Sudaji, Desa Sudaji, menggeruduk Kantor Perbekel Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Kamis (6/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dinilai Terlalu Mencampuri Adat
Selain mengenai dana desa, aksi tersebut digelar warga lantaran pimpinan desa dinas itu terlalu mencampuri urusan desa adat setempat. Mereka juga menilai Fajar bersikap tidak adil.
"Ada intervensi dari desa dinas terhadap desa adat. Bertahun-tahun itu dilakukan. Sekarang jabatan bendesa (kepala adat), itu mau diambil dengan sewenang-wenang tanpa aturan hukum yang jelas," ujar Arta Yasa.
Pantauan detikBali, warga juga memasang beberapa baliho di beberapa sudut desa yang bertuliskan 'Turunkan Kepala Desa/Perbekel Desa Sudaji'. Ada pula poster bertuliskan 'Kami bosan diintimidasi oleh kroni-kroninya kepala desa'.
Hasil Mediasi
Massa yang berada di luar kantor kepala desa itu sempat memanas dan mendorong pagar yang dijaga oleh aparat. Setelah dimediasi, Perbekel Sudaji akhirnya menyampaikan permintaan maaf atas perbuatannya yang dinilai bersalah. Mediasi digelar terbatas dan hanya diikuti oleh perwakilan warga.
Berdasarkan hasil mediasi itu, Perbekel Sudaji juga diminta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada warga dalam paruman agung (rapat adat) di Pura Desa Adat Sudaji pada Kamis (14/3/2025). Arta membenarkan warga menuntut agar Fajar mundur sebagai perbekel Sudaji.
"Tapi proses hukum tidak bisa ditawar karena ada kerugian materiel negara di sana. Patut diduga," imbuh Arta.
Penjelasan Perbekel Sudaji
Menanggapi tudingan yang ditujukan kepadanya, Fajar memilih mengalah. Ia mengungkapkan hal itu dilakukan untuk menjaga kondisi desa agar tetap kondusif. "Untuk meredam situasi kami mengalah dan menerima itu," kata dia.
Fajar mengungkapkan permasalahan ini sebenarnya berawal dari proses ngadegang (pemilihan) bendesa dengan status pengganti antar waktu (PAW) lantaran bendesa sebelumnya meninggal dunia. Warga menilai proses penggantian bendesa itu tidak sesuai dengan awig-awig di desa adat tersebut.
Warga, Fajar berujar, juga sempat melakukan audiensi ke Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng terkait masalah tersebut. Sebagai kepala desa, Fajar menyebut dirinya memilih untuk mendampingi warganya ke MDA.
"Kami datang ke MDA mohon petunjuk, apa yang terjadi di desa itu kami sampaikan. Supaya tidak jadi masalah. Kami selaku pemimpin desa harus bisa meredam emosi dengan mengedepankan asas permohonan maaf," imbuh Fajar.
(hsa/hsa)