Seorang wanita asal Purwakarta, Prisda Sucialaras, membagikan kisahnya saat didiagnosis kanker serviks pada usia 28 tahun. Awalnya, ia mengalami keputihan yang dianggap sebagai efek kelelahan. Namun, gejala lain muncul, seperti pendarahan saat berhubungan intim dengan suaminya.
Melansir detikHealth, Senin (24/2/2025), gejala awal muncul pada 2023. Saat menyadari ada yang tidak beres, Prisda berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan pada awal Agustus 2023.
Pemeriksaan awal menunjukkan adanya tumor di area mulut rahim. Namun, dokter belum bisa memastikan apakah tumor tersebut bersifat ganas atau jinak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak lama setelah itu, keputihan yang dialaminya semakin parah dan berbau tidak sedap. Ia kemudian menjalani biopsi yang mengonfirmasi bahwa ia mengidap kanker serviks stadium 2B. Prisda pun dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) di Bandung untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Dari November hingga Desember 2023, Prisda menjalani radioterapi dan kemoterapi di RSHS. Namun, keterbatasan biaya membuatnya menghentikan pengobatan sementara.
Pada Januari hingga April 2024, kondisinya sempat membaik, tetapi pada Mei 2024, gejala kembali muncul. Berat badannya turun drastis, ia kesulitan buang air besar, mengalami keputihan berlebih, dan kehilangan nafsu makan.
Dengan tekad kuat, pada Juni 2024, Prisda kembali memeriksakan diri dan memutuskan beralih ke RS Santosa Kebon Jati. Di sana, dokter menyarankan kemoterapi dengan metode yang berbeda dari RSHS.
"Efek kemoterapi membuat badan saya makin kecil, rambut menjadi botak, kulit kusam, dan selalu drop," ungkapnya.
Dokter menyarankan enam sesi kemoterapi dengan jeda tiga minggu per sesi. Namun, kesulitan ekonomi membuat suaminya terpaksa keluar dari pekerjaannya agar bisa mencairkan dana BPJS Ketenagakerjaan untuk biaya pengobatan.
"Alhamdulillah, rezeki sudah Allah atur. Mungkin tahun ini waktunya saya berobat dan sembuh," tambahnya.
Setelah menyelesaikan kemoterapi kelima di RS Santosa, dokter merujuknya kembali ke RSHS untuk melanjutkan radioterapi. Hingga kini, Prisda masih menjalani terapi.
Kebiasaan Buruk dan Pola Hidup Tidak Sehat
Prisda mengakui, setelah menikah, kebiasaan hidupnya menjadi kurang sehat. Ia sering mengonsumsi makanan cepat saji dan jarang berolahraga.
"Maklum, Kak, karena sewaktu gadis hidup susah sekali. Jadi, pas menikah dapat suami yang baik, jadinya kebablasan," katanya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
Faktor Risiko Kanker Serviks
Kanker serviks terjadi akibat pertumbuhan sel abnormal di leher rahim. Berikut beberapa faktor yang meningkatkan risiko kanker serviks:
Infeksi Human Papillomavirus (HPV)
HPV adalah faktor utama penyebab kanker serviks. Infeksi ini dapat bertahan dalam tubuh dan berkembang menjadi kanker.
Riwayat Seksual
Menjadi aktif secara seksual di usia muda, memiliki banyak pasangan seksual, atau pasangan dengan riwayat seksual berisiko tinggi dapat meningkatkan risiko kanker serviks.
Merokok
Wanita yang merokok berisiko dua kali lipat lebih tinggi terkena kanker serviks. Zat kimia dalam rokok dapat merusak DNA sel serviks.
Sistem Kekebalan Tubuh Lemah
Wanita dengan HIV/AIDS atau yang mengonsumsi obat imunosupresif lebih rentan terhadap infeksi HPV dan perkembangan kanker serviks.
Infeksi Klamidia
Infeksi bakteri ini bisa menyebabkan peradangan panggul dan meningkatkan risiko kanker serviks.
Pola Makan Rendah Buah dan Sayur
Asupan makanan yang kurang seimbang dapat berkontribusi terhadap risiko kanker serviks.
Usia Muda pada Kehamilan Pertama
Wanita yang hamil pertama kali sebelum usia 20 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker serviks di kemudian hari.
Riwayat Keluarga
Jika ibu atau saudara perempuan mengidap kanker serviks, risikonya lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga.
Artikel ini telah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini!
Simak Video "Video Ketua Komnas KIPI: Kanker Serviks Bisa Dicegah dengan Vaksin HPV"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/gsp)