Seorang fotografer asal Prancis, Marius Moragues, tidak pernah menyangka perjalanan singkatnya sebagai relawan di Indonesia akan berubah menjadi petualangan hidup yang tak ternilai. Marius telah menjelajahi berbagai pelosok Nusantara. Bersama lensa kameranya, ia memotret jiwa dan budaya Indonesia yang tersembunyi.
"Indonesia memiliki energi istimewa, tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Ramahnya luar biasa," ujar Marius kepada detikBali di galerinya, Γde Γ l'IndonΓ©sie, Ubud, Gianyar, Bali, Minggu (2/2/2025).
Marius awalnya menjadi seorang relawan selama sebulan di Jambi pada 2015. Pengalaman itu membuka ketertarikan Marius mengenai Indonesia. Marius lantas memperpanjang masa tinggalnya di Jambi seusai menjadi relawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah dari Jambi. Marius kemudian menetap di Jakarta. Di sana, ia bekerja sebagai guru bahasa Inggris di sekolah Prancis. Di sela kesibukan menjadi pengajar itulah Marius mulai menjelajah Indonesia bersama lensa kameranya.
Marius mengunjungi daerah pelosok di Jawa, Bali, hingga Lombok menggunakan motor. Lensa kameranya kemudian mendokumentasikan berbagai cerita-cerita lokal yang memikat hatinya. Semua ini Marius lakukan setelah terinspirasi dari proyek fotografi terkenal 'Humans of New York'.
"Saya suka suasana pedesaan. Saya bisa menemukan suku-suku dan etnis pasti memiliki baju daerah sendiri." jelas pria kelahiran Carcassonne, Prancis, itu.
Marius akhirnya menyelesaikan proyek fotografi di Jawa pada 2018. Setahun berikutnya, ia menyelesaikan proyek yang sama di Bali.
Melalui dukungan Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Marius merilis buku fotografi pertamanya, Beyond Java, yang menampilkan sisi unik budaya di Pulau Jawa dalam edisi terbatas. Buku ini terbit dalam bahasa Inggris dan Prancis. Tujuannya agar turis asing bisa melihat Indonesia lebih dari sekadar destinasi wisata biasa.
"Beyond dipilih sebagai judul karena saya ingin orang-orang Eropa menjelajahi Indonesia lebih dalam daripada yang biasanya mereka lihat," terang Marius.
Pandemi COVID-19 sempat menghentikan proyek Marius. Setelah pandemi mereda, Marius membuka galeri 'Γde Γ l'IndonΓ©sie' di Ubud dan menerbitkan edisi ringkas dari Beyond Java berjudul Java. Ia juga merilis buku fotografi bertema Bali yang dirancang sebagai cendera mata bagi para turis yang ingin membawa pulang sepotong keindahan Pulau Dewata.
![]() |
Tahun ini, Marius merayakan satu dekade perjalanannya di Indonesia dengan meluncurkan karya terbarunya tentang Lombok. Buku ini akan menjadi bagian dari trilogi bersama Java dan Bali.
Namun, ambisinya untuk mendokumentasikan seluruh Indonesia hingga Papua diperkirakan akan selesai lebih lama dari yang ia bayangkan. Sebab, pandemi COVID-19 sempat memperlambat prosesnya.
"Satu pulau sekitar satu atau dua tahun, jadi perkiraan akan selesai 10 tahun karena melihat pulau Kalimantan seperti negara sendiri. Selain itu, juga saya lakukan semua sendiri, nggak mau ada tim yang besar, jadi banyak waktu butuh." ujar pria kelahiran 1992 tersebut.
Berbagai tantangan memang mesti dilawan Marius. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi bukanlah teknis fotografi, melainkan komunikasi dengan masyarakat lokal.
"Bahasa Indonesia saya cukup baik, tetapi di beberapa daerah terpencil orang tua hanya bisa bahasa daerah. Itu menantang, tetapi menarik. Saya kadang belajar beberapa kata lokal untuk memudahkan interaksi," tutur Marius.
Pria berusia 32 tahun itu menyadari, dalam fotografi dokumenter, hubungan dengan subjek jauh lebih penting daripada sekadar mengambil gambar. Salah satu pengalaman mendalamnya adalah ketika ia mengambil foto Mbah Warsinah, seorang nenek di sebuah desa di Jawa. Butuh waktu tujuh bulan baginya untuk membangun hubungan hingga akhirnya ia bisa memotret nenek itu dengan koneksi yang tulus.
"Kamera hanyalah alat, seperti kuas bagi pelukis. Tetapi, koneksi dengan orang jauh lebih penting," ungkap Marius.
(hsa/dpw)