DISCLAIMER: Informasi berikut ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Cancel culture adalah fenomena sosial yang berkembang di Korea Selatan. Budaya ini berkembang pesat seiring dengan dominasi industri hiburan dan penggunaan media sosial yang luas.
Selebriti, pejabat publik, hingga influencer dapat dengan mudah mengalami pemboikotan akibat perilaku atau pernyataan yang dianggap tidak sesuai dengan norma sosial oleh masyarakat. Seperti yang baru-baru ini menimpa aktris Kim Sae Ron yang ditemukan meninggal karena bunuh diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aktris berusia 24 tahun itu diketahui mengalami tekanan berat akibat budaya cancel culture. Lalu apa itu cancel culture?
Apa Itu Cancel Culture?
Cancel culture mengacu pada fenomena sosial di mana seseorang atau sekelompok orang dikecam dan diboikot akibat tindakan yang dianggap tidak pantas. Konsep ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1991 dalam film New Jack City dan semakin populer seiring berkembangnya media sosial.
Di Korea Selatan, cancel culture sering kali terjadi di dunia hiburan, di mana selebriti dituntut memiliki citra sempurna. Kesalahan kecil yang terungkap ke publik dapat berujung pada pemboikotan besar-besaran.
Mengapa Selebriti Korea Selatan Bisa Terkena Cancel Culture?
Ada beberapa alasan utama mengapa figur publik di Korea Selatan bisa menjadi sasaran cancel culture, di antaranya:
1. Kasus Bullying atau Perundungan
Kasus perundungan kerap menjadi alasan utama seorang selebriti diboikot. Banyak idola K-pop dan aktor yang terpaksa mundur dari industri hiburan setelah muncul dugaan bahwa mereka pernah melakukan perundungan saat masih sekolah.
2. Mengemudi di Bawah Pengaruh Alkohol (DUI)
Mengemudi dalam keadaan mabuk (Driving Under the Influence atau DUI) adalah salah satu pelanggaran yang sangat ditentang oleh masyarakat Korea Selatan. Selebriti yang terlibat dalam kasus ini sering kali kehilangan pekerjaan, dihapus dari proyek drama atau iklan, dan menghadapi boikot dari publik.
3. Pelecehan Seksual
Kasus pelecehan seksual juga sering kali menjadi pemicu cancel culture di Korea Selatan. Selebriti yang terlibat dalam kasus ini tidak hanya mendapat kecaman publik tetapi juga berisiko menghadapi proses hukum yang serius.
4. Skandal Percintaan
Hubungan percintaan para selebriti di Korea Selatan sering kali menjadi sorotan tajam. Kasus perselingkuhan, hubungan toksik, atau bahkan isu aborsi dapat membuat karier seorang selebriti hancur dalam sekejap.
5. Penyalahgunaan Obat Terlarang
Penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu alasan utama yang dapat membuat seorang selebriti terkena cancel culture di Korea Selatan. Meskipun beberapa dari mereka berhasil kembali ke dunia hiburan setelah menjalani rehabilitasi, banyak juga yang tidak bisa lagi melanjutkan kariernya.
Dampak Cancel Culture pada Karier Selebriti
Selebriti yang terkena cancel culture di Korea Selatan sering kali menghadapi konsekuensi berat, seperti:
Β· Penghapusan dari proyek film atau drama.
Β· Pemutusan kontrak dengan merek iklan.
Β· Penurunan jumlah penggemar.
Β· Boikot dari publik.
Β· Kesulitan untuk kembali ke industri hiburan.
Meski begitu, ada beberapa selebriti yang berhasil membersihkan nama baik mereka dan kembali berkarier. Biasanya, mereka melakukan permintaan maaf secara terbuka, menjalani hukuman atau rehabilitasi, dan menunjukkan perubahan positif.
Meskipun cancel culture dianggap sebagai bentuk akuntabilitas sosial, banyak pihak yang mengkritik budaya ini karena bisa menghancurkan karier seseorang tanpa adanya kesempatan untuk membela diri. Tidak sedikit kasus di mana seorang selebriti terbukti tidak bersalah setelah sebelumnya menghadapi pemboikotan besar-besaran.
Cancel culture di Korea Selatan telah menghancurkan banyak karier selebriti, bahkan berujung pada tragedi. Meskipun beberapa kasus berlandaskan bukti yang kuat, ada juga yang masih menjadi perdebatan dan menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dalam cancel culture.
Dengan berkembangnya media sosial, budaya ini tampaknya masih akan terus berlanjut. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam menyikapi isu-isu yang beredar agar tidak memperburuk kondisi mental para selebriti yang terlibat.
(nor/nor)