Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bersifat brutal. Kebijakan pemangkasan anggaran itu disebut tidak direncanakan dengan baik sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi pada 2025.
"Kelihatannya efisiensi ini dilakukan secara brutal dan justru mengganggu dari sisi program pemerintah sendiri. Jadi khawatir Prabowo ingin mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dengan efisiensi ini, justru di banyak daerah di kementerian/lembaga turun perputaran uang," ungkap Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira dalam keterangannya, Minggu (16/2/2025), dikutip dari detikFinance.
Bhima memasang target pertumbuhan ekonomi pada 2025 hanya 4,7 persen. Dia beralasan pemangkasan anggaran akan berdampak signifikan terhadap belanja pemerintah baik di level pusat maupun daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"CELIOS pasang target 4,7 persen untuk pertumbuhan ekonomi 2025 salah satunya karena adanya efisiensi yang tidak dengan perencanaan baik," kata Bhima.
Pemotongan anggaran tersebut, dia melanjutkan, akan mengganggu pelayanan publik hingga menghambat investasi masuk. Terlebih jika efisiensi dialihkan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang pengelolaannya dinilai belum ideal.
"Perbaikan jalan misalnya, anggarannya ditiadakan. Banyak kebijakan yang justru efisiensinya mengarah kepada kontraproduktif. Apalagi kalau ini efisiensi dialihkan ke makan bergizi gratis, kita tahu pengelolaan makan bergizi gratis juga belum ideal, maka ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Di sisi lain, Bhima setuju jika beberapa anggaran dipangkas seperti perjalanan dinas, pengadaan ATK, hingga pembelian mobil dinas baru. Namun, jika efisiensi itu sudah mengusik kinerja, ia menilai hal itu sebagai kebijakan blunder.
"Kalau sampai hal-hal yang esensial mengganggu kinerja, ini saya pikir bisa blunder ke pertumbuhan ekonomi. Juga bisa blunder bukan hanya ke sektor ekonomi, tapi perhotelan yang memang mengaku mengalami kerugian besar atau sektor sewa jasa kendaraan," tutur Bhima.
Dampak lainnya, dia melanjutkan, kebijakan tersebut akan mendorong PHK besar-besaran di berbagai sektor. Bahkan, tak menutup kemungkinan tenaga kerja honorer yang masih dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pelayanan publik turut terimbas.
Berpotensi Gerus Kualitas Layanan Dasar
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rizal Taufikurohman, setali tiga uang. Ia menilai perencanaan efisiensi anggaran yang tidak matang justru berpotensi menggerus kualitas layanan dasar. Terutama di sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
"Efisiensi sejati bukan hanya soal memangkas anggaran, tetapi juga soal menciptakan mekanisme yang memastikan setiap pengeluaran tepat guna. Pemerintah harus menghindari praktik pemangkasan yang hanya membebani masyarakat seperti pengurangan subsidi atau keterlambatan pembangunan proyek penting," ungkapnya.
Sebelumnya, Prabowo menargetkan penghematan anggaran hingga Rp 750 triliun yang dilakukan sebanyak tiga putaran. Penghematan itu termasuk yang akan dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui dividen yang ditargetkan mencapai Rp 300 triliun, di mana Rp 200 triliunnya digunakan untuk negara dan Rp 100 triliun dikembalikan ke BUMN.
Artikel ini telah tayang di detikFinance. Baca selengkapnya di sini!
(iws/dpw)