Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa pengalaman traumatik terasa lebih membekas di ingatan dibandingkan kenangan bahagia? Hal ini ternyata bukanlah kebetulan semata.
Menurut penelitian yang dipublikasikan di Journal of Abnormal Psychology, ingatan traumatis sering kali bersifat intrusif, yaitu muncul secara tiba-tiba dan tidak diinginkan. Ingatan traumatis lebih mudah muncul kembali karena berbagai faktor psikologis dan neurologis yang mempengaruhi cara otak kita menyimpan dan memproses pengalaman hidup.
Alessandro Massazza, peneliti dari University College London, menjelaskan teori kognitif gangguan stres pasca-trauma (PTSD) menunjukkan ingatan dipengaruhi oleh perubahan cara seseorang dalam merasa, berpikir, dan berperilaku selama peristiwa traumatis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika seseorang mengalami trauma, otak cenderung merekam peristiwa tersebut dengan sangat detail. Ini karena peristiwa traumatis seringkali disertai dengan emosi yang kuat, seperti ketakutan, kengerian, dan ketidakberdayaan. Emosi-emosi ini memperkuat ingatan, membuatnya lebih sulit dilupakan.
Mengacu pada Psychology Today, reaksi traumatik merupakan respons psikologis dan fisik yang terjadi selama peristiwa traumatis. Reaksi ini mencakup berbagai aspek seperti:
Β· Kelelahan Mental: Perasaan lelah yang ekstrim akibat tekanan emosional dan mental.
Β· Disosiasi Somatoform: Ketidakmampuan untuk merasakan atau menghubungkan tubuh dengan realitas.
Β· Kelebihan Kognitif: Pikiran yang terus-menerus berputar tanpa henti.
Β· Imobilitas: Ketidakmampuan untuk bergerak atau merespons selama peristiwa.
Β· Kesusahan: Rasa sakit emosional yang mendalam.
Sebaliknya, kenangan bahagia cenderung tidak sekuat ingatan traumatis. Sebab, emosi positif seperti kebahagiaan atau kepuasan tidak memicu respons "darurat" di otak.
Pengalaman positif lebih sering diproses oleh bagian otak yang berbeda, yang tidak selalu berfokus pada detail-detail tertentu. Akibatnya, kenangan bahagia bisa terasa lebih kabur atau kurang mendalam.
Meskipun trauma lebih mudah diingat, ada cara untuk mengurangi dampaknya. Terapi seperti cognitive behavioral therapy (CBT) atau terapi eksposur dapat membantu seseorang memproses ingatan traumatis secara lebih sehat. Selain itu, membangun kebiasaan refleksi positif, seperti menulis jurnal rasa syukur, bisa membantu memperkuat ingatan bahagia.
Trauma memang bagian dari perjalanan hidup, tetapi dengan pemahaman dan upaya yang tepat, Anda dapat belajar untuk tidak membiarkannya mendominasi ingatan.
Artikel ini ditulis oleh Vincencia Januaria Molo peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(iws/iws)