Sebanyak 42 pegiat lingkungan hidup dan kesejahteraan sosial diganjar penghargaan Bhawana Sewaka Nugraha dan Janahita Sewaka Nugraha. Mereka terdiri atas 17 penggiat lingkungan hidup serta 25 yayasan dan komunitas penggiat kemanusiaan.
Penghargaan diberikan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, saat acara Refleksi Akhir Tahun 2024 di rumah jabatannya, Jaya Sabha, Denpasar, Jumat (27/12/2024). Mereka diberikan penghargaan karena berkontribusi mengentaskan kemiskinan dan pemeliharaan lingkungan di Bali.
"Kami bersyukur dan bangga banyak masyarakat yang berhati mulia, memiliki kepedulian terhadap sesama," kata Mahendra saat pidato di acara tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahendra mengatakan banyak program pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dan stunting di Bali. Mulai dari program intervensi bantuan untuk usaha mikro, bantuan sosial, program keluarga harapan, bantuan pangan non tunai, bantuan sembako, biaya pendidikan, dan lainnya.
Anggaran 2024 sebesar Rp 352 miliar lebih dihabiskan untuk program-program itu. Namun, Mahendra mengakui, semua upaya itu belum cukup mengatasi masalah kemiskinan dan lingkungan di Bali.
"Terima kasih kepada semua pihak, khususnya teman-teman yang berhati mulia, dengan ikhlas membantu sesama. Rekan-rekan adalah pahlawan kemanusiaan," ungkap Mahendra.
Mahendra mengajak semua masyarakat bergotong royong menyelesaikan permasalahan kesejahteraan dan lingkungan di Bali, mulai dari masalah ketimpangan pembangunan di Pulau Dewata. Saat ini, Badung menjadi wilayah paling maju karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari hotel dan restoran cukup tinggi.
Selain itu, ada pula masalah alih fungsi lahan menjadi hotel yang dinilai merusak lingkungan. Mahendra juga menyinggung soal kemacetan lalu lintas dari dan ke destinasi wisata di Bali.
"Kemudian, persoalan keindahan, kebersihan, dan sampah. Sistem saluran drainase kita yang kurang memadai sehingga banyak banjir," terang mantan Staf Khusus (Stafsus) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Keamanan dan Hukum itu.
Selain itu, menurut Mahendra, permasalahan masa depan juga akan terjadi pada adat dan budaya Bali. Pengaruh globalisasi dan modernisasi dinilai cukup menjadi ancaman kelestarian budaya di Bali. Banyak budaya Bali yang dikomersialisasi tanpa menghadirkan makna dan arti sebenarnya.
Menurut Mahendra, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah mengupayakan beberapa hal untuk meminimalisasi gangguan tersebut. Di antaranya, memasukkan materi budaya lokal ke dalam kurikulum pendidikan dan mendorong pengembangan desa wisata berkualitas.
"Kami berpikir kalau desa wisata itu masyarakat kita tidak jadi objek, tetapi subjek. Dengan berkembangnya desa wisata, perekonomian di desa itu sangat luar biasa," harap Mahendra.
(iws/gsp)