Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjelaskan aturan baru mengenai kemasan rokok yang menuai banyak kritikan dari berbagai pihak. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Informasi Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan tidak mengatur kemasan polos, melainkan standardisasi warna kemasan rokok.
"Nanti kami samakan warnanya. Kan standarisasinya meliputi informasi, peringatan, besarnya gambar, penempatan pita cukai, dan warnanya," ujar Nadia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Ngoerah Denpasar, Bali, Kamis (3/10/2024).
Nadia membantah jika Kemenkes mengatur soal merek atau logo. "Kalau polos itu nggak ada semua. Beda kalau polos, nggak ada merek, nggak ada logo, nggak ada warna," jelas mantan Jubir Kemenkes tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nadia kemudian menjelaskan peraturan tersebut dibuat karena tingginya angka perokok pemula, bahkan anak usia 9 tahun sudah mulai merokok.
"Saat ini peraturan sedang dalam proses penyusunan dan public hearing. Kami tengah menyusun rancangan peraturan Kemenkes," ungkap Nadia.
Rencananya, aturan tersebut akan diberlakukan tahun depan. Saat ini, masih dalam tahap penyusunan dan proses lanjutan lainnya. Nadia juga menekankan banyak negara yang telah memberlakukan aturan serupa, seperti Australia, Singapura, dan Malaysia.
"Kan kami ada partisipasi publik, masukan pasti ada, tetapi kan kepentingan pasti berbeda. Perbedaan itu akan kami lihat karena studi-studi dari universitas sudah jelas dan tepercaya," ujar Nadia.
Nadia mengeklaim dampak dari aturan ini dapat menurunkan angka perokok di Indonesia yang saat ini mencapai 9,4 persen perokok aktif.
"Kami tidak bisa menghentikan perokok dewasa karena perokok dewasa sudah sulit, itu kesadaran diri sendiri, tetapi yang perlu kita jaga adalah anak-anak kita," tegas Nadia.
Sebelumnya, dilansir dari detikFinance, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik banyak dikritik. Kebijakan yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini dinilai tidak melibatkan berbagai kementerian dan pihak terkait dalam proses penyusunannya.
Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, dalam keterangan resminya menyatakan, "DPR tentu tidak mau meninggalkan aspek kesehatan, itu fundamental sekali, tetapi juga tidak mau meninggalkan aspek bisnis dan usaha, di mana kementerian yang mengatur bukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saja. Ada Kementerian Perdagangan (Kemendag), ada Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kemudian, ada Kementerian Pendidikan karena ada sangkut pautnya dengan sekolah."
Saleh mempertanyakan apakah seluruh pemangku kepentingan dilibatkan dalam menyusun RPMK tersebut. Menurutnya, jika tidak dilibatkan, mereka merasa ditinggalkan dan akan memprotes kebijakan tersebut.
"Permasalahan utama dalam penyusunan Peraturan Pemerintah ini adalah kami sebagai pemangku kepentingan di bidang produksi industri, tidak dilibatkan. Bahkan, finalisasi Peraturan Pemerintah sebelum ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia tidak diparaf oleh beberapa kementerian. Justru inilah yang kami sesalkan," kata Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi.
(hsa/dpw)