Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Kabupaten Badung 2024 sebesar Rp 10,6 miliar dinilai cukup membantu krisis anggaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klungkung. Dana BKK tersebut akan digunakan untuk melunasi sisa pembayaran beberapa proyek fisik strategis.
Seperti diketahui, Pemkab Klungkung tengah mengalami krisis keuangan sampai akhir tahun. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Klungkung, I Made Jati Laksana, mengatakan gelontoran dana dari Pemkab Badung membuat sejumlah proyek fisik yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tetap aman.
"Terkait proyek tanggul di Jungutbatu dan pemeliharaan jalan di Nusa Penida, kemarin kan ada BKK dari Badung Rp 10 miliar, mungkin itu yang akan dipakai untuk melunasi sisa pembayaran," kata Jati Laksana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, proyek tanggul pengaman pantai Desa Jungut Batu nilai kontraknya sebesar Rp 915 juta lebih dengan tunggakan Rp 457 juta lebih.
Kemudian, pemeliharaan rutin jalan di Nusa Penida dengan nilai kontrak Rp 2,84 miliar lebih yang menyisakan pembayaran Rp 865 juta lebih. Sebelumnya sisa pembayaran tersebut akan dilunasi pada 2025.
Sementara itu, sisa pembayaran proyek pembangunan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Klungkung nasibnya belum jelas. Pemkab Klungkung masih menunggak Rp 5,6 miliar lebih dari nilai kontrak sebesar Rp 13,2 miliar lebih.
Jati Laksana menegaskan penyedia jasa yang mengerjakan proyek fisik milik Dinas PU tetap komitmen menyelesaikan proyek hingga akhir tahun ini.
Sebelumnya, Pemkab Badung melalui Bupati I Nyoman Giri Prasta menyerahkan BKK senilai Rp 10,6 miliar pada 22 September 2024 secara simbolis.
Krisis anggaran yang dialami Pemkab Klungkung terungkap dalam Surat Edaran (SE) Sekretaris Daerah (Sekda) Anak Agung Gde Lesmana selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) No: 900.1.3.5/1653/BPKPD/2024 tentang Pengendalian Pelaksanaan Belanja Daerah pada APBD Kabupaten Klungkung Tahun Anggaran 2024.
Dalam surat yang dibaca detikBali, Selasa (17/9/2024), SE itu merupakan tindak lanjut dari hasil rapat TAPD pada 9 September 2024. Berdasarkan surat itu, kepala perangkat daerah selaku pengguna anggaran diminta mencermati seluruh program dan kegiatan.
Kemudian, mengendalikan atau menghentikan proses realisasi belanja daerah secara keseluruhan, baik melalui pembayaran langsung (LS) maupun ganti uang (GU). Kecuali, pengeluaran untuk belanja yang bersifat wajib atau mengikat serta kegiatan strategis prioritas untuk kepentingan umum.
"Ada tujuh poin belanja yang bersifat wajib dan masuk prioritas seperti, belanja (gaji) pegawai, belanja telepon, air, listrik, internet, dan surat kabar. Belanja upacara keagamaan pada perangkat daerah, belanja jasa non-ASN, honorarium tim pelaksana kegiatan," kata Lesmana dalam surat itu.
Di dalam surat itu, perangkat daerah diminta berhemat dengan melarang atau membatasi belanja untuk sejumlah hal. Misalnya, pelaksanaan rapat-rapat tanpa menggunakan belanja makanan dan minuman.
"Pelaksanaan rapat di luar kantor agar tidak menggunakan paket meeting dan menggunakan fasilitas yang dimiliki pemerintah daerah. Kegiatan di luar Kabupaten Klungkung dalam Provinsi Bali dilarang menggunakan belanja perjalanan dinas," terang Lesmana.
(hsa/hsa)