Tekan Alih Fungsi Lahan, Pembeli Tanah di Kapal Wajib Jadi Krama Adat

Tekan Alih Fungsi Lahan, Pembeli Tanah di Kapal Wajib Jadi Krama Adat

Agus Eka - detikBali
Minggu, 29 Sep 2024 22:02 WIB
Kondisi lahan pertanian di Desa Adat Kapal, Kabupaten Badung, Bali. (Foto: Agus Eka/detikBali)
Kondisi lahan pertanian di Desa Adat Kapal, Kabupaten Badung, Bali. (Foto: Agus Eka/detikBali)
Badung -

Masyarakat Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, memiliki awig-awig atau aturan adat terkait pembelian lahan oleh warga luar desa adat. Aturan ini bertujuan untuk mengurangi alih fungsi lahan pertanian di wilayah tersebut.

Aturan adat ini telah diterapkan sejak 1963 dan hingga kini dipertahankan oleh krama atau warga Desa Adat Kapal. Meskipun telah terjadi beberapa kali pergantian pemimpin adat, aturan tersebut masih dijalankan secara konsisten.

Bendesa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana, mengungkapkan aturan adat tersebut mengatur penjualan lahan di wilayah desa adat. Setiap pembeli lahan di wilayah Desa Adat Kapal, khususnya untuk keperluan pemukiman, diwajibkan menjadi krama atau anggota desa adat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga otomatis warga tersebut kami ajak untuk berpartisipasi dalam upacara keagamaan di pura khayangan tiga di desa kami. Sehingga setelah menjadi krama adat, wajib mengikuti aturan adat," jelas Sudarsana, Minggu (29/9/2024).

Sudarsana menjelaskan langkah ini merupakan solusi untuk menekan alih fungsi lahan serta menjaga keberlangsungan sumber pangan di masa mendatang. Ia menilai awig-awig desa adat ini sangat efektif dalam melestarikan lingkungan, melindungi tradisi budaya, serta menjaga identitas Desa Adat Kapal.

ADVERTISEMENT

"Pembangunan di wilayah desa adat kami tidak menjadi masif karena ada kewajiban menjadi krama adat itu. Selama ini pembangunan yang ada dilakukan masyarakat lokal dan itu tidak banyak," kata dia.

Sudarsana menegaskan siapa pun yang ingin membeli lahan, baik lahan berstatus ayahan desa, karang mukti, atau lahan milik warga, wajib melapor terlebih dahulu kepada bendesa adat. Tujuannya agar calon pembeli dapat memahami aturan yang berlaku di desa tersebut.

"Kami tidak menutup diri, tetapi berusaha menjaga lingkungan kami. Sebagai contoh, beberapa warga dari Karangasem dan Buleleng sudah lama membeli lahan di sini dan membangun. Mereka menjadi warga adat di beberapa banjar dan ikut dalam kegiatan krama adat serta menjaga desa kami," ujar Sudarsana.

Ia menyebut awig-awig ini mencerminkan kolaborasi antara masyarakat adat dan pemerintah dalam memastikan transaksi lahan berjalan sesuai aturan. Menurutnya, aturan ini juga merupakan komitmen Desa Adat Kapal untuk melindungi kepentingan masyarakat lokal dan menjaga keberlanjutan masa depan Kabupaten Badung.

"Dampak positifnya sudah terlihat. Lahan pertanian kami terjaga, pembangunan tidak semrawut, dan ruang terbuka hijau tetap lestari. Kami tetap terbuka, dengan catatan ada aturan yang harus ditaati," pungkas Sudarsana.




(iws/nor)

Hide Ads