Masalah judi online tak kunjung teratasi hingga saat ini. Tak sedikit orang jadi korbannya. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Usman Kansong mengungkapkan konten judi online paling banyak masuk lewat media sosial (medsos) Facebook untuk mengincar para korbannya.
Usman mengatakan pencegahan judi online hanya bisa dilakukan oleh platform digital, seperti Facebook, dan lainnya. Aplikasi judi online menjangkau masyarakat melalui platform digital tersebut.
"Pencegahan dini coba kami lakukan. Tapi yang bisa melakukan itu adalah platform digital, misalnya ini kan terbanyak kalau kami lihat judi online ini masuknya lewat Facebook," ungkap Usman seusai sosialisasi Pencegahan Stunting kepada Forum Lintas Agama di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Selasa (30/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan Kemenkominfo telah mendorong platform digital seperti Facebook dan Google untuk menciptakan teknologi yang bisa menangkal konten judi online di platformnya masing-masing. Namun, teknologi itu belum tersedia oleh masing-masing platform digital itu. Usman menyebut hanya penyedia platform digital yang bisa mencegah munculnya konten judi online di Facebook dan platform digital lainnya.
"Kami sudah bicara dengan platform, kalian bisa nggak sih ciptakan teknologi yang bisa mencegah judi online itu masuk, sampai sekarang belum ada. Yang bisa mengintervensi ya penyedia teknologi itu," kata Usman.
"Menkominfo sudah bertemu dengan Google, misalnya. Mendorong Google untuk 'ayo dong ciptakan teknologi yang bisa mencegah judi online masuk'," lanjut Usman.
Dia mengatakan Kemenkominfo hanya bisa menurunkan (take down) sebuah konten dari platform digital ketika diketahui mengandung judi online atau hal negatif lainnya. Kemenkominfo tak bisa mencegahnya sejak dini agar tak muncul di platform digital.
Kemenkominfo sudah men-takedown 2,5 juta konten judi online di berbagai platform digital. Namun, konten judi online baru terus bermunculan.
"Persoalannya memang perilaku atau karakter dari media sosial ini kan karakternya takedown, jadi muncul dulu dia, kalau negatif kontennya baru kami takedown. Rezimnya bukan rezim sensor kayak di film, disensor dulu. Kalau sensor kan mencegah. Ini juga tantangan dari sisi karakter sebuah teknologi. Tapi kami tidak berhenti, kalau dia muncul kami takedown lagi," tegas Usman.
(hsa/hsa)