Kepala Kantor Otoritas Bandara Udara (Otban) Wilayah IV, Agustinus Budi Hartono, mengungkapkan detik-detik terakhir sebelum helikopter jatuh kawasan Suluban, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali. Pilot sempat melihat layangan terbang di atas helikopter.
Namun, pilot sudah tidak memiliki waktu lagi untuk menghindari layang-layang tersebut. Baling-baling helikopter terlilit tali layangan. Helikopter dengan kode penerbangan PK-WSP itu tak bisa dikendalikan hingga terjatuh.
"Informasi dari pilot sudah terlambat hindari layangan. Ya sudah, helikopter sudah tidak bisa dikendalikan," kata Agustinus di Kuta, Badung, Sabtu (20/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Helikopter itu hanya mengudara empat menit sebelum akhirnya terjatuh pada Jumat (19/7/2024). Berdasarkan informasi dari Basarnas Bali, helikopter itu take off untuk melakukan tur wisata dari helipad Garuda Wisnu Kencana (GWK) sekitar pukul 14.33 Wita.
Walaupun terbukti baling-baling helikopter terbelit tali layangan, Agustinus enggan berspekulasi terkait dugaan penyebab utama helikopter jatuh. Ia juga belum dapat menyimpulkan ada kelalaian dalam insiden itu.
"Saya belum bisa sebut ini ada kelalaian atau tidak. Nanti kita lihat hasil investigasi lebih lanjut," kata Agustinus.
Dugaan penyebab helikopter jatuh akibat terjerat tali layangan sempat mendapat bantahan. Informasi dari masyarakat menyebutkan tak ada layangan yang terbang saat helikopter tersebut mengudara.
"Kami tidak pernah tahu apakah di wilayah itu ada layang-layang atau tidak. Yang pasti pilotnya mengatakan begitu di rute tersebut, dia melihat layang-layang di atasnya. Berdasarkan data di lapangan, di tempat kejadian, memang seperti itu (baling-baling terlilit tali)," sambung Agus.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah melakukan investigasi terkait insiden helikopter jatuh di kawasan Pantai Suluban, Pecatu. Helikopter dengan kode penerbangan PK-WSP itu tidak memiliki kotak hitam atau black box.
Namun, KNKT belum dapat membeberkan hasil investigasinya. "Saya belum bisa menjawab (hasil investigasi)," kata Harry, salah satu petugas KNKT, saat ditemui di lokasi terjatuhnya helikopter.
Bantah Terbang Rendah
Agustinus membantah helikopter sempat terbang rendah. Helikopter itu memiliki izin mengudara maksimal mencapai ketinggian 1.000 kaki atau lebih 304 meter dari permukaan tanah.
Menurut Agustinus, pilot sudah mendapat izin untuk terbang di ketinggian tersebut oleh AirNav. "Tapi yang pasti helikopter terbang sudah punya izin oleh AirNav di ketinggian tersebut. Memang 1.000 (kaki) mereka request ke AirNav," ungkap dia.
Agustinus mengungkapkan pilot helikopter Bali Helitour yang terjatuh itu telah mengoperasikan helikopter wisata selama setahun. Berdasarkan keterangan awal, sang pilot tercatat memiliki banyak jam terbang.
"Sudah beroperasi sejak setahunan di Bali. Pilot sudah tahu (kondisi), sudah pernah terbang di kawasan itu," ungkapnya.
Agustinus menerangkan lokasi jatuhnya helikopter termasuk radius horizontal luar Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sejauh 15 kilometer (km). Bahkan, Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 9 Tahun 2000 menyebutkan kawasan itu masuk zona larangan menerbangkan layangan dengan radius kurang 18 km dari Bandara I Gusti Ngurah Rai.
KNKT Mulai Investigasi
Tim KNKT tiba di Bali pada Sabtu (20/7/2024) siang dan langsung melakukan koordinasi di Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV.
Agustinus mengatakan tim sudah bergerak menuju lokasi jatuhnya helikopter dengan kode penerbangan PK-WSP itu. "Ya sore ini. Tim sudah bergerak sore ini untuk cek," kata Agustinus.
Terkait penyebab jatuhnya helikopter tersebut, Agustinus meminta untuk menunggu hasil dari penyelidikan KNKT. Ia enggan berspekulasi terkait dugaan helikopter terjatuh setelah baling-balingnya terjerat tali layang-layang.
"Meski fakta di lapangan ditemukan ada itu (tali layangan pada baling-baling helikopter), untuk kepastian masih perlu dicek," tegas Agustinus.
Helikopter Bali Heli Tour PK-WSP itu mengangkut lima orang yang terdiri tiga warga negara Indonesia (WNI) dan dua warga negara asing (WNA). Seluruh penumpang selamat dan hanya mengalami luka-luka.
Berdasarkan informasi dari Basarnas Bali, helikopter itu take off untuk melakukan tur wisata dari helipad Garuda Wisnu Kencana (GWK) sekitar pukul 14.33 Wita. Helikopter hanya mengudara empat menit sebelum akhirnya terjatuh.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) menyebut helikopter PK-WSP tipe Bell 505 itu terjatuh akibat baling-baling terlilit tali layang-layang. helikopter tersebut merupakan milik PT Whitesky Aviation.
"Pemilik helikopter juga telah mengirimkan tim investigasi ke lokasi kejadian," kata Kepala Bagian Kerja Sama Internasional, Humas, dan Umum Ditjen Perhubungan Udara, Mokhammad Khusnu, dalam keterangan tertulisnya, Jumat sore.
Tanpa Kotak Hitam
Hasil investigasi awal KNKT, helikopter dengan kode penerbangan PK-WSP itu tidak memiliki kotak hitam atau black box.
"Helikopter tidak punya black box. Sudah kami pastikan helikopter ini tidak punya kotak hitam," kata Agustinus.
Dia menjelaskan hal itu diatur dalam Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) 91. Menurut aturan tersebut, helikopter diperbolehkan memakai black box jika kapasitasnya di atas 19 orang dan bobotnya lebih dari lima ton.
Adapun, helikopter tipe BELL 505 yang jatuh di kawasan Suluban, Pecatu, itu memiliki bobot hanya 3.680 kilogram (kg). "Helikopter ini memang bisa (diterbangkan) single pilot. Ketinggian (terbang) maksimalnya 10 ribu feet," jelas Agustinus.
Ia menegaskan helikopter yang jatuh itu laik terbang. Adapun, kelaikannya baru diterbitkan 25 Juni 2024 dan berlaku selama setahun.
Lantaran tidak ada black box, dia berujar, proses investigasi terkait penyebab jatuhnya helikopter tersebut tetap dilanjutkan. Tim investigasi akan menganalisis rekaman percakapan pilot dengan operator penerbangan atau menara ATC di Airnav Bandara Internasional Ngurah Rai.
Saat ini, tim KNKT telah selesai melakukan investigasi terkait insiden jatuhnya helikopter Bali Helitour tersebut. Namun, KNKT belum dapat membeberkan hasil investigasinya.
"Saya belum bisa menjawab (hasil investigasi)," kata Harry, salah satu petugas KNKT.
Masuk Zona Merah Layangan
Sebelumnya, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali I Dewa Nyoman Rai Darmadi mengungkap lokasi terjatuhnya helikopter itu masuk zona larangan menerbangkan layangan. Satpol PP Bali berencana melakukan penertiban lebih masif terhadap warga yang bermain layangan di zona terlarang.
"Memang zona larangan (bermain layangan). Itu sudah masuk (radius) kurang dari 18 kilometer (km) dari Bandara (I Gusti Ngurah Rai)," kata Darmadi.
Secara geografis, Desa Pecatu terletak di daerah perbukitan dengan ketinggian sekitar 175 meter di atas permukaan laut (mdpl). Menurut Darmadi, dengan ketinggian seperti itu, ada risiko pesawat atau helikopter menabrak sesuatu di udara seperti layangan.
"Tidak mudah juga menertibkan masyarakat itu. Layangannya terbang ke mana, yang main layangan di mana. Kadang ada layangan yang diikat di pohon, lalu ditinggal seharian," imbuh Darmadi.
Aktivitas penerbangan layang-layang diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 9 Tahun 2000 tentang Larangan Menaikkan Layang-Layang dan Permainan Sejenis di Bandara Ngurah Rai dan Sekitarnya. Bab IV Pasal 8 dalam Perda itu menyebutkan warga yang melanggar dapat dikenakan sanksi berupa ancaman pidana kurungan selama tiga bulan dan denda Rp 5 juta.
Pilot Komunikasi dengan AirNav
Vice President Governance Risk and Compliance PT Whitesky Aviation I Gede Bambang Narayana mengungkapkan helikopter yang jatuh di kawasan Pantai Suluban, Desa Pecatu, Kuta Selatan, Badung, Bali, telah mendapat persetujuan terbang dari AirNav. Menurutnya, pilot juga sudah berkomunikasi dengan petugas AirNav bahwa helikopter tersebut terbang di ketinggian 1.000 meter.
"Jadi ketika pilot itu take off, dia lapor (ke AirNav), naik ke ketinggian sekian. AirNav yang ngarahin semua. Bukan pilot maunya sendiri," kata Bambang saat ditemui Suluban, Sabtu (20/7/2024).
Selain sudah mendapat lampu hijau dari AirNav, Bambang mengatakan kondisi helikopternya juga dalam keadaan baik dan laik terbang. Helikopter yang dibeli pada 2018 itu tercatat memiliki jam terbang hanya 300 jam dengan rata-rata terbang 40 jam sebulan.
"Pilotnya juga sudah jam terbang tinggi. Di atas 1.000 (jam)," imbuhnya.
Bambang membeberkan helikopter tersebut take off untuk melakukan tur wisata dari helipad di kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) pukul 15.33 Wita pada Jumat (19/7/2024). Helikopter tersebut mengangkut dua warga negara asing (WNA) dan tiga warga negara Indonesia (WNI).
"Rencana terbangnya itu dari GWK, ke Uluwatu. Terus ke GWK lagi. Rencananya (terbang) 10 menit," kata Bambang.
Nahas, baru terbang selama empat menit, helikopter tipe BELL 505 itu terjerat tali layang-layang. Helikopter itu terjatuh pun ringsek di antara tebing di kawasan Pantai Suluban.
Kini, Bambang sedang menunggu klaim dari asuransi atas kerusakan helikopter senilai USD 1,7 juta itu. Menurutnya, masih ada sisa satu helikopter tipe yang sama untuk melayani tur wisata di kawasan GWK.
"Karena kalau tidak ada asuransi nggak boleh terbang. Pilot juga nggak mau terbang. Nah, nanti pihak asuransi akan ke sini melihat (kondisi helikopternya). Mereka akan menilai apakah total loss (rusak total) atau bisa diperbaiki," pungkasnya.
(hsa/hsa)