Cinta Bung Karno pada Kesenian Bali

Liputan Khusus Jejak Bung Karno di Bali

Cinta Bung Karno pada Kesenian Bali

Ni Made Lastri Karsiani Putri, Putu Krista - detikBali
Selasa, 09 Jul 2024 15:01 WIB
Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Wayan Kun Adnyana.
Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Wayan Kun Adnyana. (Foto: Ni Made Lastri Karsiani Putri/detikBali)
Denpasar -

Presiden Soekarno tak hanya seorang pemikir dan pejuang. Pria flamboyan dengan orasinya yang berapi-api itu juga sangat mencintai seni. Darah seni Bung Karno mengalir dari seorang penari Bali yang juga ibunya, Nyoman Rai Srimben.

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Wayan Kun Adnyana, menyebut Bung Karno memiliki kedekatan secara genetik dan ideologis dengan kebudayaan Bali. Hal itu tercermin dari konsep pembangunan karakter bangsa (nation character building) yang dicetuskan Bung Karno.

"Saya kira secara keseluruhan Bung Karno tidak hanya dikenal sebagai Proklamator dan pejuang kemerdekaan. Dia adalah sosok pecinta seni budaya Indonesia yang sesungguhnya," tutur Kun saat ditemui detikBali di ISI Denpasar, pertengahan Juni 2024.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bung Karno, Kun melanjutkan, merupakan pelopor kolektor seni rupa di Indonesia. Menurutnya, Sang Proklamator turut menginspirasi kemunculan kolektor seni rupa di Tanah Air. Salah satunya adalah Pande Wayan Suteja Neka yang mendirikan Museum Neka pada 1982.

Menurut Kun, Bung Karno mencintai seni lukis klasik gaya Kamasan hingga seni lukis Bali modern yang berkembang di Ubud. Kecintaannya terhadap lukisan karya seniman Bali mendapat tempat di hati Bung Karno.

ADVERTISEMENT

Bung Karno bahkan memajang sejumlah lukisan karya seniman Bali di dinding Istana Kepresidenan Tampaksiring, Gianyar, Bali. Berdirinya Istana Tampaksiring di bukit dekat Pura Tirta Empul itu pun dibangun atas prakarsa Bung Karno.

Seorang turis tengah melihat peninggalan Walter Spies di Agung Rai Museum (Arma), Gianyar, Bali.Seorang turis tengah melihat peninggalan Walter Spies di Agung Rai Museum (Arma), Gianyar, Bali. Foto: Putu Krista/detikBali

Kun memprediksi Bung Karno mulai bersentuhan dengan lukisan karya seniman Bali sejak 1940. Salah satu seniman asal Bali yang lukisannya dikoleksi oleh Bung Karno adalah Ida Bagus Made Poleng.

Bung Karno tak hanya mengoleksi karya seniman dalam negeri. Pria kelahiran 6 Juni 1901 itu juga mengoleksi lukisan karya seniman asal Jerman, Walter Spies. Konon, Bung Karno jatuh cinta terhadap karya-karya Spies karena banyak menonjolkan budaya dan kesenian Bali.

Ketua Yayasan Walter Spies Bali, Anak Agung Gede Rai, mengatakan Spies dan Bung Karno sama-sama mencintai seni dan Bali. Ia menduga Bung Karno dan Spies sempat bertemu Spies di Yogyakarta sebelum Indonesia merdeka pada 1945.

Menurut Rai, Bung Karno jatuh cinta pada lukisan Spies bertajuk 'Suatu Pagi di Iseh'. Lukisan itu dibuat Walter Spies saat tinggal di Ubud, Bali. Lukisan yang bercerita tentang matahari pagi di Desa Iseh, Sidemen, Karangasem, pada 1938.

"(Spies) tinggal di Ubud dan pergi ke Iseh bolak-balik hanya untuk melukis. Di sini kami punya repro lukisannya," kata Agung Rai saat ditemui di Museum Arma, Gianyar, Bali, akhir Mei lalu.

Kagumi Tari Bali

Rektor ISI Denpasar, Wayan Kun Adnyana, mengungkapkan Bung Karno juga mencintai seni pertunjukan. Dia menuturkan Bung Karno sangat dekat dengan sejumlah seniman asal Bali, salah satunya penari senior Luh Menek.

"Sejak muda Bung Karno mungkin sudah mengakrabi (seni budaya) karena bergaul dengan seniman. Seperti pada zaman revolusi dia bergaul dengan Afandi hingga Chairil Anwar," sebut Kun.

Dosen Karawitan ISI Denpasar, Kadek Suartaya, mengungkapkan Bung Karno pernah berdecak kagum seusai menyaksikan pentas tari di sebuah hotel di Denpasar pada 1950. Dalam tulisannya yang tayang di laman resmi ISI Denpasar, Suartaya menyebut Bung Karno begitu takjub lantaran tarian tunggal itu memiliki gerakan koreografi yang energik dan diiringi gamelan Bali yang gegap gempita itu.

Tarian tersebut adalah ciptaan I Gede Manik, seniman asal Desa Jagaraga Buleleng. Saat dipentaskan di depan Bung Karno, tarian itu belum memiliki nama. Singkat cerita, Bung Karno lah yang kemudian memberi nama tarian itu dengan sebutan Tari Tarunajaya atau kerap pula ditulis Terunajaya.

Konon, Gede Manik sangat bangga dengan nama tari pemberian Bung Karno itu. Hingga kini, Tari Terunajaya masih sering dipentaskan di panggung-panggung seni Pulau Dewata. Tari Terunajaya bahkan kerap diperkenalkan di luar negeri untuk misi kebudayaan.

Kecintaannya Bung Karno terhadap seni tradisi juga diturunkan kepada anak-anaknya. Bung Karno mengenalkan dan mendorong anak-anaknya untuk mempelajari kesenian Nusantara sejak belia. Seperti diakui oleh Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri, salah satu putri Bung Karno.

Sukmawati menuturkan dirinya mulai belajar menari sejak umur empat tahun dari ibunya, Fatmawati. Dia mempelajari beberapa tarian nusantara, termasuk tari Bali.

"Umur enam tahun saya baru dilatih oleh guru tari langsung diiringi gamelan Bali," kenang Sukmawati saat ditemui di Buleleng, awal Juni lalu.

Sukmawati menguasai beberapa tari Bali. Namun, salah satu yang dia ingat adalah Tari Kebyar Duduk karya seniman asal Tabanan, I Mario. Menurutnya, Tari Kebyar Duduk sangat populer pada zaman itu.

"Ketika itu, tokoh tari yang sedang dikagumi adalah I Mario. Mungkin ibu berharap saya suatu waktu belajar tari seperti I Mario," imbuh adik dari Megawati Soekarnoputri itu.

Sukmawati Soekarnoputri saat diwawancarai di Buleleng, beberapa waktu lalu.Sukmawati Soekarnoputri saat diwawancarai di Buleleng, beberapa waktu lalu. Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali

Menurut Sukmawati, Bung Karno rutin menggelar pementasan kesenian Nusantara setiap menjelang 17 Agustus di Istana Negara. Selain menampilkan seniman tradisi dari berbagai daerah di Tanah Air, anak-anak Bung Karno juga turut unjuk gigi dalam pementasan tersebut.

Berbagai tarian dari sejumlah daerah di Indonesia dipentaskan saat malam kemerdekaan itu. Termasuk Tari Tenun dan Tari Pendet dari Bali. "Kami dilibatkan kalau dinilai sudah layak untuk menari setiap 17 Agustus malam," imbuh Sukmawati.

Selain Sukmawati, anak-anak Bung Karno lainnya juga diajarkan untuk mencintai kesenian Nusantara. Adik kandung Sukmawati, Guruh Soekarnoputra, bahkan mempelajari tarian Bali lebih mendalam. Guruh menciptakan tari kreasi bertajuk Tari Legong Untung Suropati pada 1982.

Menurut Kun, pemimpin yang mencintai seni dan budaya akan menunjukkan karakter bangsanya. Ia menilai Bung Karno menyadari salah satu kekuatan bangsa Indonesia adalah kebudayaannya yang beragam.

Bung Karno, Kun melanjutkan, menjadikan budaya sebagai sarana soft diplomacy. Itulah sebabnya Putra Sang Fajar kerap mengundang seniman-seniman terbaik Indonesia untuk tampil di acara-acara resmi kenegaraan.

"Ruang diplomasi betul-betul dijadikan sebagai wahana untuk mengenalkan seni budaya Indonesia. Termasuk juga pertunjukan atau tari-tarian Bali," pungkas mantan kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu.




(iws/gsp)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads