Kisah Cinta Orang Tua Bung Karno Bersemi dari Sekolah Rakyat

Liputan Khusus Jejak Bung Karno di Bali

Kisah Cinta Orang Tua Bung Karno Bersemi dari Sekolah Rakyat

Made Wijaya Kusuma - detikBali
Jumat, 05 Jul 2024 15:21 WIB
Patung  Soekemi, ayah dari Bung Karno, SD Negeri 1 Paket Agung, Buleleng, Bali. Sekolah itu dulunya bernama Sekolah Rakyat (SR) 1 Singaraja. (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)
Patung Soekemi, ayah dari Bung Karno, SD Negeri 1 Paket Agung, Buleleng, Bali. Sekolah itu dulunya bernama Sekolah Rakyat (SR) 1 Singaraja. (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)
Buleleng -

Pagi itu, Selasa 5 Juni 2024, sejumlah bocah berlarian di halaman depan SD Negeri 1 Paket Agung, Buleleng, Bali. Mereka berseragam kaus biru.

Beberapa dari mereka terlihat duduk di teras kelas. Ada juga yang duduk di bawah tiang bendera dan pendopo di sisi kiri halaman sekolah. Mereka sedang menunggu waktu jam pelajaran olahraga. Wajah mereka ceria.

Tak jauh dari tempat itu, tepatnya di depan gerbang sekolah, berdiri patung seorang pria memakai blangkon. Sudah pasti, pria itu adalah orang Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


RADEN SOEKEMI SOSRODIHARDJO

15 Juni 1873 - Jakarta, 18 Mei 1945

Raden Soekemi Sosrodihardjo lahir di Wirosari, Grobogan, 15 Juni 1873 adalah seorang guru di Surabaya dan ayah dari presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno.

ADVERTISEMENT

Raden Soekemi Sosrodihardjo memimilki istri yang bernama Ida Ayu Nyoman Rai yang lebih sering dipanggil "Serimben". Mereka bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru yang mengajar di Sekolah Dasar Pribumi di Singararaja.

(SD Negeri 1 Paket Agung)

Demikian tertulis pada prasasti patung tersebut. Patung itu adalah patung Soekemi, ayah dari Soekarno.

Suasana SD Negeri 1 Paket Agung, Buleleng, Bali, Juni 2024.Suasana SD Negeri 1 Paket Agung, Buleleng, Bali, Juni 2024. Foto: (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)

Sekolah ini menjadi saksi hidup kisah cinta orang tua Bung Karno. Jika saja Soekemi tak ditugaskan mengajar di sekolah itu, mungkin dia tak akan pernah bertemu dengan gadis penari dari Bale Agung, Nyoman Rai Srimben.

Raden Soekemi dulunya merupakan guru di sekolah ini sewaktu masih bernama Sekolah Rakyat (SR) 1 Singaraja. Jejak Soekemi di sekolah itu masih tersimpan rapi.

Penglingsir Bale Agung Made Hardika menuturkan Soekemi mengajar di sekolah ini pada 1891 hingga akhirnya pindah ke Surabaya, Jawa Timur (Jatim), setelah menikah dengan Nyoman Rai Srimben. Saat pindah ke sana, mereka telah dikaruniai anak perempuan bernama Raden Soekarmini, kakak Bung Karno.

Soekemi diangkat menjadi guru dan ditugaskan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mengajar di SR 1 Singaraja. Berbekal SK/Busluit tertanggal 10 Oktober 1891, Soekemi tiba di Buleleng melalui Pelabuhan Buleleng.

"Itu memang ada busluit. Pertama dia ditugaskan di Singaraja, berdasarkan perintah dari Pemerintah Belanda," kata Hardika, awal Juni lalu.

Tiba di Buleleng, Soekemi diminta oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menemui seorang sepuh Belanda di Buleleng bernama Herman Neo Van Der Tuuk untuk berkomunikasi soal budaya. Van Der Tuuk merupakan pendiri Gedung Kirtya, museum lontar tertua di Bali. Tokoh Belanda tersebut kala itu tinggal di wilayah Desa Beratan.

Saat menuju rumah Van Der Tuuk, Soekemi sering melewati Banjar Bale Agung. Sebab, kosnya berada di Banjar Paketan dan dekat dengan wilayah tersebut.

Pernah suatu hari, saat sedang melintas, Soekemi melihat ada penjor di Pura Desa Adat Buleleng. Ternyata saat itu akan diadakan piodalan bertepatan dengan Hari Raya Galungan.

Halaman berikutnya: Soekemi Saksikan Rai Srimben Menari...

Soekemi Saksikan Rai Srimben Menari

Soekemi tertarik untuk hadir dan menyaksikan pementasan tari sakral di pura tersebut. Dia pun datang menggunakan setelan khas Jawa lengkap dengan blangkon. Di sanalah ia bertemu dengan Nyoman Rai Srimben yang saat itu mementaskan Tari Rejang.

Singkat cerita, Soekemi dan Rai Srimben menjalin hubungan secara diam-diam. Hubungan mereka dibantu perantara Putu Kaler dan Made Lastri (sepupu Rai Srimben).

Hubungan mereka tidak mendapat restu dari keluarga Rai Srimben. Bahkan, Rai Srimben dijodohkan dengan orang lain. Karena itulah, mereka akhirnya memutuskan untuk kawin lari.

Potret orang tua Bung KarnoPotret orang tua Bung Karno, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Nyoman Rai Srimben. (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)

Hardika mengatakan selama menjalin hubungan diam-diam, Rai Srimben tidak pernah datang ke sekolah tempat Raden Soekemi mengajar. "Tapi setelah di luar sekolah mungkin dengan perantara I Kaler, sebagai comlangnya. Sehingga janjinya untuk kawin lari itu sampai di sini," katanya.

Setelah menikah dengan Rai Srimben pada 1897, Raden Soekemi masih mengajar di SR 1 Singaraja. Dia juga masih tinggal di kosnya di Jalan Gunung Batur Nomor 1, Banjar Paketan.

Rai Srimben bahkan melahirkan anak pertamanya di rumah itu pada 1898. Bayi itu diberi nama Raden Soekarmini. Ari-ari Soekarmini ditanam di belakang rumah, yang kemudian ditanami pohon belimbing oleh Raden Soekemi sebagai pengingat.

Rumah kos dan pohon belimbing tersebut kini masih ada. Namun, karena bangunan telah rapuh termakan usia, rumah itu direnovasi oleh pemilik rumah, beberapa tahun yang lalu. Meski begitu, pemilik rumah tetap mempertahankan bentuk asli bangunan tersebut.

"Direnovasi sudah cukup lama, lima tahunan. Bentuk rumahnya tetap," kata pemilik rumah, Nyoman Suma Artana.

Kondisi rumah kos Raden Soekemi di Jalan Gunung Batur Nomor 1, Banjar Paketan, Buleleng, Juni 2024.Kondisi rumah kos Raden Soekemi di Jalan Gunung Batur Nomor 1, Banjar Paketan, Buleleng, Juni 2024. Foto: (Foto: Made Wijaya Kusuma/detikBali)

Rumah kos tersebut dulunya berdinding bata dengan dua kamar. Kini, bangunan yang dulunya ditempati Raden Soekemi bersama keluarganya tersebut dijadikan gudang.

Setelah usia Soekarmini kira-kira setahun, Raden Soekemi dan Rai Srimben pindah ke Surabaya. Sebelum pulang ke Jawa menemani sang suami, Rai Srimben sempat pamitan ke Bale Agung. Kepergiannya ke Jawa turut diantar oleh beberapa kerabat dari Bale Agung.

"Kira-kira saat dia ke situ (Jawa), Rai Srimben itu sudah hamil. Sampai di Surabaya, lahirlah Bung Karno bertepatan dengan meletusnya Gunung Kelud tanggal 6 Juni 1901," pungkas Hardika.

Halaman 2 dari 2
(dpw/iws)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Hide Ads