Wabup Suiasa Membeberkan Alasan Sulitnya Air Bersih bagi Warga Kuta Selatan

Wabup Suiasa Membeberkan Alasan Sulitnya Air Bersih bagi Warga Kuta Selatan

I Wayan Sui Suadnyana, Agus Eka Purna Negara - detikBali
Selasa, 28 Mei 2024 21:53 WIB
Wakil Bupati (Wabup) Badung I Ketut Suiasa. (Agus Eka Purna Negara/detikBali)
Foto: Wakil Bupati (Wabup) Badung I Ketut Suiasa. (Agus Eka Purna Negara/detikBali)
Badung -

Wakil Bupati (Wabup) Badung I Ketut Suiasa menanggapi keluhan masyarakat menyangkut terbatasnya suplai air bersih di Kecamatan Kuta Selatan, khususnya Desa Pecatu. Suiasa membeberkan alasan sulitnya pemenuhan air bersih bagi warga di kawasan tersebut.

Suiasa mengungkapkan kesulitan pertama, yakni dari aspek potensi air baku. Kedua dari segi teknis infrastruktur jaringan serta yang ketiga dari aspek sosial ekonomi masyarakat. "Semuanya berpengaruh terkait (persoalan air bersih) ini," kata Suiasa, Selasa (28/5/2024).

Politikus PDIP ini menjelaskan sumber air baku di Badung terbatas. Menurutnya, wilayah bukit selatan tidak memiliki sumber air baku yang permanen untuk bisa diolah dan dikelola maksimal sehingga produksi masih bergantung dari pihak lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perlu diketahui oleh kita, Badung ini ada di daerah hilir yang sumber airnya bergantung dari daerah hulu. Kedua, kita ini tidak memiliki sumber air baku yang banyak, yang permanen. Artinya kita bergantung dari sumber air itu pada daerah lain," bebernya.

Karena masalah itu, lanjut Suiasa, Badung selatan selama ini memanfaatkan air yang dikelola dari Estuary Dam di Kuta. Sebelumnya, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Estuary Dam yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (Perumda) Tirta Mangutama meningkatkan produksi air bersih dari 500 liter per detik menjadi 750 liter per detik pada 2024.

ADVERTISEMENT

"Air PDAM ini kan berasal dari Estuary Dam. Estuary Dam ini adalah milik dari pemerintah pusat, dari Balai Wilayah Sungai. Kami menggunakan air di sana itu ada batas kewenangan maksimal yang diberikan pemerintah pusat kepada Badung," beber Suiasa.

"Jadi persoalannya bukan karena Badung punya uang banyak, bukan. Tidak itu. Uang banyak, tetapi potensi tidak bisa kita kelola dari alam kan nggak bisa ini, nggak bisa instan," sambung pejabat asal Pecatu, Kuta Selatan, ini.

Catatan detikBali, pemerintah Badung meminta menaikkan kapasitas sebesar 250 liter per detik pada Juni 2024 sehingga nantinya mencapai 1.000 liter per detik. Pemkab Badung berharap naiknya kapasitas produksi ini bisa memenuhi kebutuhan air di kawasan Kuta dan Kuta Selatan.

Menurut Suiasa, akan lebih mudah mengatasi air bersih jika Badung punya potensi air sendiri. Meski begitu, pemerintah akan berupaya menambah dana untuk PDAM dan memohon peningkatan pemanfaatan air produksi Estuary Dam ke pemerintah pusat. Pemerintah berharap masyarakat mengerti kondisi yang dihadapi Badung.

"Nah karena itulah, maka hulunya kita harus menyesuaikan. Kita ini butuh waktu, butuh upaya, dan kami akan upayakan terus. Lebih mudah memang jika kita punya potensi sendiri, yang dasarnya adalah kita menentukan sendiri. Kami punya kemampuan uang, segera kami bisa eksekusi," tegasnya.

Di sisi lain, kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah itu juga berkembang. Seperti tumbuhnya akomodasi pendukung pariwisata, baik hotel, vila, restoran, dan industri lainnya. Kondisi itu berpengaruh pada kebutuhan kapasitas air bersih. Kebutuhan air masyarakat juga meningkat secara bertahap.

Sebelumnya, ironi terjadi di Kabupaten Badung, Bali. Meski dikenal sebagai daerah terkaya di Pulau Dewata, masih banyak warga Badung yang kesulitan akses mendapatkan air bersih. Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Badung 2024 mencapai Rp 9,5 triliun.

Kondisi ini terjadi di beberapa kawasan di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Meski layanan air produksi Perumda Tirta Mangutama, perusahaan pelat merah milik Badung, sudah masuk ke wilayah ini, nyatanya beberapa warga masih sulit menutupi kebutuhan air saban hari.

Wilayah Kuta Selatan sebagian besar merupakan lahan bukit berkapur yang kering. Sehingga sumber air hampir tak ditemukan di wilayah ini. Warga di kawasan ini memilih membeli air tangki jika sewaktu-waktu suplai air PDAM macet.




(dpw/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads