Puluhan Pasien Rumah Sakit Jiwa Bangli Nyoblos di TPS Terdekat

Puluhan Pasien Rumah Sakit Jiwa Bangli Nyoblos di TPS Terdekat

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Rabu, 14 Feb 2024 03:30 WIB
Suasana Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bali di Kota Bangli, beberapa waktu lalu. (Agus Eka/detikBali)
Foto: Suasana Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bali di Kota Bangli, beberapa waktu lalu. (Agus Eka/detikBali)
Bangli -

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bangli memastikan tidak ada tempat pemungutan suara (TPS) khusus di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali pada Pemilu 2024 ini. Sebab jumlah pemilih atau pasien yang berhak menyalurkan hak pilihnya belum memenuhi syarat untuk dibangun TPS khusus.

Ketua KPU Bangli I Kadek Adiawan menjelaskan memang tidak ada TPS khusus di RSJ Bangli. Namun, para penderita gangguan jiwa yang dinilai bisa mencoblos, bakal dilayani oleh petugas TPS terdekat.

"Kalau untuk RSJ ada beberapa TPS terdekat. Yang jelas di Banjar Kawan, Kelurahan Kawan. Tergantung juga dengan sisa surat suara. Tidak hanya satu TPS," jelas Adiawan kepada detikBali, Selasa (13/2/2024) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, KPU Bangli punya empat TPS khusus di Lapas Narkotika Bangli dan dua TPS di Rutan Bangli. Adiawan menegaskan TPS khusus di RSJ Bali terakhir pada Pemilu 2019.

"(Pertimbangan) karena hanya sedikit pasien di RSJ. Jadi tidak sesuai dengan jumlah minimal atau tidak sesuai syarat minimal untuk bisa dibangun TPS khusus," katanya.

ADVERTISEMENT

Anggota KPU Bangli Ni Putu Anom Januwintari menambahkan, jumlah pemilih dengan disabilitas mental di RSJ Bali hanya 20 orang. Sedangkan melihat syarat TPS khusus, minimal harus ada 35 pemilih (pasien).

"Saat kami pemetaan (pemilih) itu, jumlahnya tidak memenuhi syarat. Berbeda dengan Pemilu 2019, tahun 2020 (Pilkada Bangli)," sambung Anom.

Direktur RSJ Provinsi Bali Dewa Gde Basudewa saat diwawancarai beberapa waktu lalu, mengakui partisipasi pemilih orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) selalu diakomodasi KPU Bangli. Ia memastikan para pemilih diberikan hak pilih yang sama setelah mendapat persetujuan atau rekomendasi dari dokter penanggung jawab.

Hal ini sudah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 77 C.

"Pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab memberikan kesempatan kepada orang berisiko dengan gangguan jiwa untuk memeroleh hak sebagai warga negara Indonesia," beber Basudewa.

Menurut Dewa, seseorang dengan disabilitas mental bisa memilih setelah diketahui kondisinya. Seandainya dinilai tidak memungkinkan, bahkan atas keinginan sendiri enggan ke TPS, berarti pasien tidak bisa dipaksa untuk ikut mencoblos.

"Misalnya saat hari H pencoblosan, salah satu pasien malas bangun untuk memilih, tidak bisa kita paksa. Jangan berpikir kami melakukan pemaksaan, gak ada itu," tegasnya.

Berkaca pada 2019 lalu, pasien/pemilih sudah mendapat sosialisasi dari KPU. Bahkan mereka diminta untuk ikut demonstrasi cara memilih di TPS sebelum hari H pencoblosan.

"Bahwa ODGJ punya pertimbangan. Bedanya, pertimbangan itu, sesaat diambil alih oleh gangguannya. Kondisi itu terjadi saat (pasien) belum diobati. Setelah diobati, kontrol diri bisa dilakukan. Pada kondisi ini, ODGJ disebut diuji untuk memutuskan atau memilih. Dia bisa memilih, dia bisa memutuskan," pungkas Dewa.




(hsa/hsa)

Hide Ads