PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk melalui anak usahanya, NeutraDC Hyperscale Data Center, berencana mengembangkan bisnis pusat data. Yakni, dengan membangun infrastruktur pusat data dengan kapasitas 400 megawatt di seluruh Indonesia hingga 2030.
Setelah di Batam dan Cikarang, pembangunan infrastrukturnya akan dilakukan di sejumlah lokasi di Indonesia. Antara lain, di Manado, Surabaya, dan Jakarta. Total, akan ada 25 kota, termasuk di Bali.
"Kami akan pilih (lokasi) yang memenuhi persyaratan. Dari sisi investasi nggak terlalu tinggi, tapi dari pusat traffic, mereka itu besar. (Lokasi pusat data yang sudah ada dan memenuhi persyaratan) di Surabaya. Ada di 25 kota termasuk Bali," kata Direktur Wholesale & International Service Telkom, Bogi Witjaksono di Bali, Senin (4/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya ekspansi di sejumlah lokasi baru, NeutraDC juga akan mengembangkan infrastruktur pusat data yang sudah ada untuk menambah kapasitas. Dua di antaranya adalah pusat data di Cikarang dan Batam.
Ditanya nilai investasi untuk ekspansi bisnisnya, Bogi enggan menyebutkan. Yang jelas, nilainya seperempat dari total yang diinvestasikan NeutraDC untuk kapasitas pusat data per megawatt.
"Hyperscale berapa nilai investasinya per megawatt. Silahkan lihat di internet. Ya, kalau (nilai investasi) Hyperscale itu berada di kisaran US$ 10 juta sampai US$ 12 juta per megawatt. Nah untuk Edge data center itu kami tekan (nilai investasinya) di bawah seperempat," beber Bogi.
Bogi beralasan nilai investasi pengembangan bisnis pusat data nanti hanya untuk distribusi konten saja. Sehingga, nilai investasi harus serendah mungkin. Salah satunya, dengan memanfaatkan bekas infrastruktur STO atau sentra telepon milik PT Telkom.
Selain itu, Bogi juga punya alasan terhadap pengembangan atau ekspansi bisnis pusat data yang terkonsentrasi di Indonesia, bukan di Singapura. Menurutnya, pengguna data terbesar di kawasan Asia Tenggara adalah orang Indonesia.
Karenanya, kemandirian digital harus dibarengi dengan pengembangan pusat data secara masif di Indonesia. Apalagi, jika menilik dari aspek biaya transfer data, akan lebih murah jika lokasi pusat datanya ada di Indonesia.
"Secara keseluruhan, ongkos dari transfer data, lebih ekonomis. Karena, data lebih dekat ke pelanggan. Jadi kami tidak perlu lagi mengeluarkan ongkos hanya untuk mengambil data dari luar negeri. Tapi cukup ambil data di dalam negeri. Tentu secara ekonomi akan menaikkan cadangan devisa kita," tuturnya.
(nor/hsa)