Layanan yang dimaksud mengacu pada tradisi, pengalaman, keterampilan turun-temurun masyarakat Bali tentang kesehatan dan pengobatan. Baik yang belum tercatat maupun terliterasi dalam lontar Usada Bali atau manuskrip yang memuat sistem, bahan atau obat, dan cara pengobatan tradisional Bali.
"Kami ke depan ingin mengembangkan layanan tradisional Bali. Layanan yang akupuntur atau apa, akan tetap ada, karena diakui secara nasional. Tapi, juga akan mengisi layanan ini dengan layanan khusus, yang betul-betul tradisional Bali," kata Kepala Dinas Kesehatan Bali I Nyoman Gede Anom di kantor Gubernur Bali, Kamis (10/8/2023).
Anom mengatakan layanan khusus di rumah sakit itu akan menyediakan tenaga kesehatan tradisional Bali atau disebut balian (semacam dukun atau mantri). Namun, dia tidak menyebut kapan akan mulai memasukkan layanan kesehatan khusus khas Bali untuk pasien.
Ia mengaku masih terkendala Undang-Undang Omnibus Law yang menyatakan segala urusan medis di rumah sakit harus ditangani tenaga kesehatan (nakes). Anom menyebut dalam aturan itu hanya nakes yang bisa melakukan diagnosa, pengobatan, dan tindakan medis lainnya.
"Nakes yang terlatih. Nah, mudah-mudahan di turunan Undang-Undang Omnibus Law yang baru, tidak ada lagi kata-kata nakes yang boleh berpraktik tradisional di rumah sakit," ucapnya. Menurut Anom, selama ini memang hanya nakes yang boleh praktik di rumah sakit serta fasilitas kesehatan non-formal seperti griya sehat dan lainnya.
Sedangkan, balian hanya diperbolehkan praktik di tempat-tempat tertentu seperti panti sehat usada. Ia pun berharap Kementerian Kesehatan tidak lagi membedakan layanan tradisional (yankestrad), layanan kesehatan empiris, dan modern.
"Kalau itu bisa, (ada upaya) menstandarkan (layanan kesehatan terhadap pasien) oleh beliau-beliau yang berprofesi sebagai balian, layanan kesehatan tradisional. Supaya dapat berpraktik di rumah sakit. Itu harapannya. Karena apapun yang sudah masuk rumah sakit itu harus standar. Mutu dan pelayanan harus dijaga," jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menetapkan pengobatan tradisional Bali sebagai salah satu bentuk kearifan lokal. Lewat Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 55 Tahun 2019 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kesehatan.
Koster menilai pelayanan kesehatan tradisional dapat mendukung ekonomi Bali. Ia juga berharap ada pengembangan ilmu pengetahuan untuk menjaga kesehatan. Misalkan, dengan meningkatkan layanan kesehatan tradisional.
Ia yakin dengan kekayaan alam dan budaya Bali, layanan kesehatan tradisional dapat berkembang pesat. Apalagi didukung pengetahuan pengobatan tradisional yang dikuasai masyarakat maupun tokoh adat di Pulau Dewata.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin juga menyarankan Pemprov Bali mulai mengembangkan ekosistem kesehatan dan kebugaran, yang bisa menjadi salah satu daya tarik wisata. Sehingga, turis tidak hanya menikmati keindahan alam dan budaya, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup.
Ia meminta pemerintah dan masyarakat Bali memanfaatkan keindahan alam dan budaya untuk membangun ekosistem tersebut. Dia mencontohkan ekosistem kesehatan dan kebugaran yang dapat dikembangkan, antara lain layanan kecantikan, pemeriksaan medis, dan perawatan gigi.
Dapat juga dengan mengembangkan layanan yoga, meditasi, dan konsultasi psikologi untuk meningkatkan kesehatan kejiwaan. Sebab, Bali memiliki semua yang dibutuhkan untuk mewujudkan layanan itu.
"Kita bisa mempercantik wajah kita dengan program dan layanan estetik atau bedah plastik. Itu juga menyehatkan badan dengan layanan medical check up (pemeriksaan kesehatan). Bisa juga perawatan gigi atau menyehatkan jiwa," kata Budi dalam pidato melalui Zoom di kantor Gubernur Bali, Kamis (10/8/2023).
Jika hal itu segera dilakukan, Budi memprediksi Bali akan jadi pusat kesehatan dan kebugaran, yang akan menjadi sektor andalan selain pariwisata. Dia menyebut industri pengobatan di Bali akan maju sama seperti pariwisata.
(irb/gsp)