Petani Padi di Bali Dapat Asuransi Rp 6 Juta Jika Gagal Panen Akibat El Nino

Petani Padi di Bali Dapat Asuransi Rp 6 Juta Jika Gagal Panen Akibat El Nino

Rizki Setyo Samudero - detikBali
Senin, 31 Jul 2023 19:30 WIB
Petani memeriksa kondisi padi penghasil beras Koshihikari (Japonica Koshihikari) di lahan penelitian padi (Oryza Sativa L) kawasan Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (27/7/2023). Beras Koshihikari tersebut merupakan jenis beras yang mengandung squalane oil tertinggi, dimana zat tersebut dapat melembabkan kulit bersama vitamin E serta antioksidan, dan juga merupakan bahan baku membuat sushi. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.
Ilustrasi tanaman padi. Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Denpasar -

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan) Provinsi Bali I Wayan Sunada mengatakan para petani padi akan mendapatkan asuransi sebesar Rp 6 juta per hektare jika gagal panen. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi dampak El Nino yang diprediksi terjadi pada Agustus-September 2023.

"Kami sudah punya program yang namanya asuransi tanaman padi. Itu sudah kami siapkan tahun ini, kami targetkan 20 hektare (padi). Ketika petani itu gagal panen dia akan mendapat asuransi sebanyak Rp 6 juta per hektare per musim," jelas Sunada saat dihubungi detikBali, Senin (31/7/2023).

Nantinya, sambung Sunada, para petani yang mendapatkan asuransi hanya melakukan pembayaran premi sebesar Rp 36 ribu per hektare. Namun, Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) tersebut hanya didapatkan oleh petani padi saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Antisipasi lainnya, Sunada menyiapkan pompa air. Tujuannya untuk mengirim air dari bendungan ke sawah-sawah agar tak mengalami kekeringan.

"Air yang ada di bendungan itu kami sedot, kami bawa ke sawah-sawah," ujar Sunada. Saat ini, Sunada telah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian kabupaten/kota untuk mempercepat penanaman sawah sebelum El Nino terjadi.

ADVERTISEMENT

"Mumpung masih (ada) hujan, mumpung masih ada air. Mempercepat penanaman sawah-sawah kita," tandasnya.

Dilansir dari detikNews, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan puncak ancaman El Nino di Indonesia terjadi pada Agustus-September 2023. Fenomena itu akan berdampak terhadap ketersediaan air di sejumlah daerah.

Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2023).

Keterangan itu disampaikan setelah dirinya mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Tadi kami bersama Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden, Bapak Menko, dan beberapa menteri membahas tentang antisipasi dan kesiapan dalam menghadapi ancaman El Nino yang diprediksi puncaknya akan terjadi di bulan Agustus-September dan diprediksi El Nino ini intensitasnya lemah hingga moderat," ujar Dwikorita.

"Sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada ketersediaan air atau kekeringan dan juga produktivitas pangan atau berdampak pada ketahanan pangan," sambung dia.




(nor/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads