Sektor Pertanian, Pelayaran, dan Penerbangan Harap Waspada Dampak El Nino

Denpasar

Sektor Pertanian, Pelayaran, dan Penerbangan Harap Waspada Dampak El Nino

Aryo Mahendro - detikBali
Selasa, 16 Mei 2023 03:31 WIB
World Water Day atau Hari Air Sedunia adalah perayaan tahunan yang dilakukan untuk kembali menarik perhatian publik pada pentingnya air bersih dan penyadaran untuk pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.
Foto: Getty Images
Denpasar -

Kekeringan sebagai dampak dari fenomena El Nino yang diakibatkan rendahnya curah hujan diprediksi terjadi pada Juni hingga Juli mendatang. Akibatnya, 55 persen dari wilayah Bali akan mengalami penurunan curah hujan mulai Juni 2023, di antaranya di bagian barat, utara, timur, dan selatan.

Sedangkan 45 persen wilayah lain mengalami penurunan di bulan berikutnya, yakni wilayah Bali bagian tengah.

Sebagai Informasi, El Nino adalah fenomena pemanasan suhu permukaan air laut di atas kondisi normal. Peningkatan suhu tersebut terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah, yang memicu potensi meningkatnya pertumbuhan awan, sehingga berdampak pada berkurangnya curah hujan di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) memprediksi puncak musim kemarau itu jatuh di Juni sebesar 55 persen (luas wilayah Bali). Sedangkan Juli-nya itu sebesar 45 persen (luas wilayah Bali)," kata Kepala Subkoordinator Pelayanan Jasa BMKG Wilayah III Denpasar Tirta Wijaya kepada detikBali, Senin (15/5/2023).

Ada beberapa hal penting yang perlu diwaspadai saat memasuki masa El Nino atau puncak musim kemarau. Mulai dari rendahnya curah hujan, potensi kebakaran hutan, angin kencang, dan gelombang air laut yang tinggi

ADVERTISEMENT

Soal rendahnya curah hujan yang akan berdampak pada sektor pertanian, Tirta mengingatkan pemerintah agar melakukan langkah antisipasi. Yakni, memaksimalkan cadangan air untuk lahan pertanian.

Cadangan tersebut, lanjutnya, didapat dengan cara menampung air hujan. Menurutnya, hujan lebat masih turun meski jarang terjadi lantaran musim kemarau sedang berlangsung.

"Nah, ketika ada hujan yang biasanya (turun) di peralihan musim ini, intensitasnya cukup lebat. Saat turun hujan ini bagaimana kita dapat memanfaatkan (air hujannya) melalui embung-embung yang ada," kata Tirta.

Dia mencontohkan pemanfaatan embung di wilayah Karangasem untuk menampung air hujan. Karangasem dikategorikan sebagai wilayah dengan potensi kekeringan yang cukup mengkhawatirkan.

Ada juga wilayah di Bali lainnya yang perlu diwaspadai, seperti Jembrana timur dan barat.

"Potensi kebakaran hutan, juga harus diperhatikan," tuturnya.

Dampak lain yang perlu diwaspadai adalah angin kencang. Angin kencang yang berhembus dari Australia ke wilayah Bali bagian timur dan selatan akan memicu gelombang air laut yang tinggi di daerah pesisir.

Maka dari itu, perlu ada kewaspadaan di sektor pelayaran dan penerbangan. Begitu pula area perkotaan juga tak luput dari terpaan angin kencang selama fenomena kemarau El Nino.

Meski demikian, Tirta meminta masyarakat Bali tak perlu panik. Ia menyebutkan kondisi El Nino Southern Oscillation (Enso) saat ini masih di angka 0,092 atau dikategorikan sebagai netral, yang berlangsung hingga pertengahan tahun mendatang.

Kondisi kemarau netral artinya ada 15 persen luas wilayah Bali dengan curah hujan normal dan 85 persen sisanya dengan curah hujan rendah. Curah hujan normal terjadi Tabanan, Badung, dan Gianyar.

Sedangkan, wilayah dengan curah hujan rendah saat ini adalah Buleleng, perbatasan Bangli, dan Karangasem.

"Belum menuju El Nino lemah atau moderat. Saat ini kondisinya masih netral. (Kondisi tersebut) setidaknya (akan berlangsung) sampai Juni," jelasnya.




(efr/efr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads