Ketua Umum Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Citta Mandala Universitas Warmadewa I Putu Arya Suwastawa Yasa alias Ayak usul pembuatan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi) untuk mendaki gunung-gunung di Bali. Hal ini berlaku seperti gunung-gunung di luar daerah Bali.
Cara itu dinilai lebih tepat ketimbang melarang wisatawan atau masyarakat mendaki gunung-gunung di Bali. Sebab, melarang mendaki gunung dengan alasan tempat suci tidaklah benar.
"Jika gunung dianggap suci dan tidak boleh didaki, maka laut atau bukit pun sama, tempat yang dianggap suci (juga)," ujarnya kepada detikBali, Senin (5/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya, lebih baik dibuatkan Simaksi seperti gunung-gunung di luar Bali. Contohnya, seperti Gunung Rinjani, Gunung Semeru, dan lain-lain," lanjut Ayak.
Memang, ia mengakui alam pun butuh istirahat seperti halnya manusia. Namun, istirahat itu sejenak. Bukan untuk selamanya.
Apalagi, banyak masyarakat yang mengandalkan pemasukan dari wisata pendakian gunung. Misalnya pemandu, pedagang di sekitar kaki gunung, hingga balai pengurus gunung-gunung di Bali.
Selain itu, sambung Ayak, Mapala di kampusnya pun banyak beraktivitas di alam, termasuk mendaki, trekking, berkemah, dan memanjat tebing. "Jadi kalau gunung di Bali ditutup, kami ke mana?" tanya dia.
Sebelumnya, Pengamat Pariwisata I Gusti Ngurah Wisnu Wardana menilai larangan mendaki gunung di Bali akan membuat wisatawan berkurang. "Sekarang, naik gunung sudah menjadi tren wisata adventure (petualangan)," tutur dia, Minggu (4/6/2023).
Di samping alasan lainnya banyak warga yang menggantungkan ekonominya dari para pendaki. "Ini (kebijakan larangan mendaki gunung) mematikan guide/pemandu lokal," ungkapnya.
(BIR/iws)











































