Bantahan Kemenkes soal RUU Kesehatan Hilangkan Perlindungan Hukum Nakes

Nasional

Bantahan Kemenkes soal RUU Kesehatan Hilangkan Perlindungan Hukum Nakes

Tim detikHealth - detikBali
Kamis, 13 Apr 2023 11:52 WIB
dr Azhar Jaya Dirjen Yankes Kemenkes
Azhar Jaya Dirjen Yankes Kemenkes. Foto: Dok pribadi
Denpasar - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah tudingan soal dihilangkannya perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan dalam RUU Kesehatan Omnibus Law. Kemenkes menjamin pemerintah tetap menjamin perlindungan hukum kepada para nakes.

"Sepanjang dokter itu sudah melakukan upaya penyembuhan sesuai prosedur, dia mendapatkan perlindungan, kalau toh ya memang lalai, maka wajib penyidik mengutamakan restorative," sebut Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Azhar Jaya saat ditemui di Menara Bank Mega, Selasa (12/4/2023).

Ia menyebut Kemenkes sudah mengusulkan daftar inventaris masalah (DIM) dalam pasal 322 terkait perlindungan nakes yang terlibat persoalan hukum.

"Pasal 322 di DIM, justru kami itu masukin, jadi IDI ini salah, seolah-olah pemerintah lalai dalam melindungi, justru kami mau nambahkan," sebutnya.

Azhar menegaskan, ada dua pasal tambahan berkaitan dengan perlindungan hukum nakes yakni di 282 ayat 1 yang berbunyi tenaga kesehatan boleh menghentikan pelayanan saat mendapat ancaman hingga kekerasan fisik.

"Nakes berhak untuk menghentikan pelayanan kalau diganggu loh, mendapatkan ancaman tindakan fisik," jelasnya.

"Dulu nggak ada, kan selama ini di IGD tuh sekarang kami mau menangani pasien diteror lah segala macam, itu ada perlindungannya ini," sambung dia.

Pernyataan ini sekaligus mengklarifikasi hilangnya hak imunitas nakes dalam upaya pengesahan RUU Kesehatan yang dinilai tidak berpihak pada organisasi profesi. Azhar juga membantah kekhawatiran posisi organisasi profesi yang disebut sengaja dihilangkan.

Pemberian SKP melalui pertemuan ilmiah nantinya masih berada di bawah organisasi profesi. Organisasi profesi disebut diberikan wewenang untuk menentukan standar dan perolehan SKP dengan kegiatan ilmiah tertentu.

Namun, pendataannya dibuat transparan sehingga nakes yang sudah mengumpulkan misalnya 250 SKP, bisa langsung berpraktik tanpa perlu mengurus rekomendasi perseorangan.

Sebelumnya, Ketua Umum IDI Adib Khumaidi mengeklaim pemerintah memangkas kebijakan untuk menghilangkan hak imunitas nakes dalam pelayanan kesehatan.

"Seorang dokter yang melakukan sebuah pelayanan kesehatan menyelamatkan nyawa maka harus memiliki hak imunitas yang dilindungi oleh Undang-Undang. Di sinilah peran organisasi profesi sebagai penjaga profesinya itu untuk memberikan sebuah perlindungan hukum namun peranan organisasi profesi dihilangkan. Apabila hak imunitas ini kemudian tidak didapatkan maka begitu akan banyak para tenaga medis tenaga kesehatan dengan mudah untuk masuk ke dalam permasalahan hukum," terang Adib dalam pernyataan tertulis, baru-baru ini.

"Dengan adanya hak imunitas tenaga kesehatan tersebut juga akan berdampak pada patient safety. Masyarakat akan terdampak pada pelayanan kesehatan berbiaya tinggi karena potensi risiko hukum dan hal ini paradoks dengan program Jaminan Kesehatan Nasional yang menerapkan efisiensi pembiayaan," sambungnya.

IDI NTB dan Puluhan Dokter Monolak

Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat (IDI NTB) bersama empat organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) NTB kompak menolak RUU Kesehatan yang masih dalam tahap pembahasan Pemerintah Pusat dan DPR.

Ketua IDI Provinsi NTB dr Rohadi mengatakan RUU Kesehatan yang dirangkum dalam Omnibus Law Kesehatan ini dinilai menjadi polemik di kalangan dunia kesehatan. Menurut Rohadi, bersama empat organisasi profesi tersebut secara tegas menolak RUU Omnibus Law Kesehatan karena sangat rentan adanya kriminalisasi tenaga kesehatan saat bekerja.

"Kami tekankan rancangan UU ini berpotensi bermasalah setelah kami telaah. Kenapa ada penolakan. Karena kami nilai ada risiko kriminalisasi nakes kita ya saat bekerja," kata Rohadi saat konferensi pers penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan, Rabu malam (12/4/2023) di Mataram.

Selain itu, dalam RUU Kesehatan itu pemerintah juga mengusulkan adanya penghapusan pada substansi tuntutan bagi tenaga medis maupun nakes yang telah menjalani sidang disiplin atau alternatif penyelesaian sengketa, seperti yang tertuang pada pasal 328 RUU Kesehatan.

"Kemudian ada penghilangan organisasi profesi di sana. Sehingga kami anggap RUU ini bermasalah. Kami malah minta perlindungan hukum nakes kita lebih kuat lagi. Bukan justru dilemahkan dengan pasal-pasal dalam RUU itu," katanya.


(nor/efr)

Hide Ads