Sejarah Caow Eng Bio, Kelenteng Berusia Ratusan Tahun di Bali

Badung

Sejarah Caow Eng Bio, Kelenteng Berusia Ratusan Tahun di Bali

Triwidiyanti - detikBali
Jumat, 20 Jan 2023 23:35 WIB
Caow Eng Bio diΒ Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Caow Eng Bio diΒ Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Foto: Triwidiyanti/detikBali
Badung -

Pulau Bali memiliki kelenteng atau tempat beribadah bagi umat Konghucu berusia ratusan tahun. Kelenteng sarat nuansa oriental ini terletak di Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.

Ialah Caow Eng Bio kelenteng tertua di Bali yang dibangun tahun 1548. Kelenteng Caow Eng Bio menjadi satu-satunya di Indonesia yang memiliki Dewi Laut Shui Wei Shen Niang. Di mana Dewi Laut Shui Wei Shen Niang hanya ada di empat negara di dunia, yaitu Thailand, China, Malaysia, dan Singapura.

"Ini kelenteng tertua di seluruh Bali, yang usianya ratusan tahun dan nomor 5 tertua di Indonesia," ungkap Dewan Pertimbangan Kelenteng Caow Eng Bio Nyoman Suarsana Ardika ditemui di lokasi, Jumat (20/1/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suarsana mengatakan Caow Eng Biow sudah memiliki nama itu sejak pertama kali dibangun. "Kalau nama Caow Eng Bio itu sudah ada seperti itu, papan namanya sumbangan dari mereka dan kami masih pasang tepat di pintu masuk di belakangnya ada tulisan dari warga pelaut Hainan, Desa Dong Chiao, Kabupaten Wenchang," jelasnya.

Dijelaskannya, kala itu belum ada bangunan seperti saat ini dan baru tempat sembahyang kecil, lantaran para pelaut hanya singgah 2-3 bulan di Teluk Tanjung Benoa, kemudian kembali ke China. Tahun 1548 saat mulai dirintis, hanya ada tempat sembahyang kecil untuk pelaut-pelaut dari Pulau Hainan.

ADVERTISEMENT

"Pelaut yang kena angin barat berlindung di teluk ini. Mereka berlindung di sini dari hantaman badai (angin topan). Saya tidak tahu mengapa dinamakan Caow Eng, tapi Bio itu kelenteng, jadi sebut Caow Eng Bio saja sudah cukup tidak usah pakai kelenteng lagi," tandasnya.

Sebelum warga lokal Bali datang ke Teluk Tanjung Benoa, Suarsana menyebut, para pelaut Hainan sudah datang lebih dahulu secara bergantian. "Dahulu ini daerah tidak berpenghuni, tanah kosong belum ada orang Bali," ujarnya.

Sekitar tahun 1800 barulah dibuat bangunan fisik kelenteng yang memuja Dewi Shui Wei Shen Niang ini. Selama 470 tahun berdiri, Caow Eng Bio telah mengalami ratusan kali pemugaran.

"Kalau jumlahnya nggak tahu berapa kali dipugar, tapi kurang lebih ini umurnya sekitar 470 tahunan," ungkap pria yang menjadi generasi keempat yang mengabdi di Caow Eng Bio.

Setelah sekian lama, akhirnya tanah kosong ini dihibahkan oleh Raja Badung Ida Cokorda Pemecutan ke-10, kemudian pada tahun 1879 mulai dibangun prasasti di depan kelenteng. Di sana tercantum puluhan marga yang merupakan para dermawan yang mendirikan kelenteng tersebut.

Wisatawan Taiwan atau China yang datang ke kelenteng tersebut merasa gembira lantaran ada nama marga dari generasi leluhur mereka yang ikut menyumbang berdirinya kelenteng tersebut.

"Ya beberapa turis dari Taiwan China itu kalau datang mereka lihat, misalnya ada marga Tan, Liam, Ling itu beberapa marga yang tercantum di prasasti yang berusia ratusan tahun itu, dan asli dibawa dari Hainan oleh warga pelaut itu tadi," tandasnya.

Selain prasasti berusia ratusan tahun, kelenteng ini juga memiliki lonceng berusia 200 tahun, yang merupakan sumbangan dari warga Desa Dong Chiao. Altar persembahyangan utama tempat Dewi Laut Shui Wei Shen Niang juga berusia ratusan tahun dan asli didatangkan dari desa tersebut.

Kini setelah mengalami perubahan jaman, pengurus kelenteng terus berupaya melestarikan tradisi persembahyangan dan persaudaraan. "Walaupun dari generasi ada perubahan, secara prinsip dari kelestarian untuk bersembahyang terus akan kami jaga," pungkasnya.




(irb/BIR)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads