Sejak pandemi COVID-19 melanda seluruh dunia sekitar dua tahun lalu, kini banyak masyarakat yang melakukan sterilisasi. Cara ini dilakukan agar dapat menghilangkan berbagai virus dan kuman yang dapat menimbulkan penyakit berbahaya.
Namun, tidak semua orang paham bagaimana cara melakukan sterilisasi yang baik dan benar. Bahkan, beberapa orang masih salah membedakan antara sterilisasi dengan disinfeksi.
Lantas, apa sih tujuan sebenarnya dari dilakukan sterilisasi? Lalu, apa yang membedakan antara sterilisasi dengan disinfeksi? Simak pembahasannya secara lengkap dalam artikel ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Sterilisasi
Mengutip Irena Agustiningtyas dalam situs fk.uii.ac.id, sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan semua bentuk kehidupan meliputi patogen, non patogen, vegetatif, dan non vegetatif dari suatu objek atau material. Sterilisasi sendiri berasal dari kata steril yang artinya bersih dari kuman atau mikroorganisme lain.
Menurut Fardiaz (1992), masih dari sumber yang sama, sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril atau suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak.
Menurut buku Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi Central Sterile Supply Department Rumah Sakit Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sterilisasi adalah proses membunuh semua mikroorganisme termasuk spora bakteri pada benda yang terkontaminasi dengan cepat.
Sterilisasi di dalam laboratorium mikrobiologi menjadi bagian yang penting untuk menghindari hasil positif palsu. Selain itu, sterilisasi terhadap alat dan bahan sebelum pelaksanaan kegiatan praktikum mikrobiologi dapat membantu hasil atau identifikasi yang akurat terhadap pemeriksaan mikrobiologi.
Tujuan Sterilisasi
Secara umum, ada enam tujuan kenapa dilakukan sterilisasi. Dilansir situs Poltekkes Malang, berikut tujuan dari sterilisasi.
1. Mencegah terjadinya infeksi.
2. Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industri.
3. Mencegah kontaminasi terhadap bahan-bahan yang dipakai dalam melakukan pembiakan murni.
4. Mencegah terjadinya infeksi silang.
5. Menjamin kebersihan alat.
6. Menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman digunakan oleh pasien.
Cara Sterilisasi
Sebagai pengingat, sterilisasi tidak bisa dilakukan secara sembarangan detikers. Sebab, sterilisasi dilakukan untuk menghilangkan virus dan kuman jahat, yang mana jika tidak dilakukan dengan tepat maka akan berbahaya.
Lantas, bagaimana cara melakukan sterilisasi? Dikutip dari situs poltekkes-malang.ac.id, berikut penjelasannya.
1. Sterilisasi Uap
Cara yang pertama adalah dengan melakukan sterilisasi uap, yakni proses sterilisasi yang menggunakan uap jenuh di bawah tekanan selama 15 menit pada suhu sekitar 120 derajat celcius. Jadi, uap panas pada suhu di bawah tekanan mampu membunuh mikroba dengan cara denaturasi protein dari enzim dan membrane sel.
Untuk melakukan sterilisasi uap dibutuhkan alat bernama otoklaf, yakni sebuah panci logam yang memiliki lubang tempat mengeluarkan uap air. Pastikan juga otoklaf memiliki termometer, pengatur tekanan udara, klep pengaman, dan penutup yang berat.
2. Sterilisasi Panas Kering
Cara berikutnya adalah sterilisasi panas kering, yakni menggunakan suatu alat yang disebut oven atau sebuah bejana yang udara di dalamnya harus dipanaskan. Dengan prinsip ini, panas akan diabsorbsi oleh permukaan luar dari peralatan yang akan disterilkan.
Lalu, panas tersebut merambat ke bagian yang lebih dalam dari oven sampai suhu untuk sterilisasi tercapai secara merata. Nantinya, mikroba akan mati dengan cara oksidasi, di mana protein mikroba akan mengalami koagulasi.
Ada teknik khusus dalam melakukan sterilisasi panas kering, yakni pemanasan udara dalam oven dengan memanfaatkan gas atau listrik, suhunya dapat mencapai 160-180 derajat celcius. Lalu, durasi proses sterilisasi berlangsung sekitar 1-2 jam. Durasinya lebih lama dari penggunaan autoclave karena daya penetrasinya tidak sebaik uap panas.
Jenis sterilisasi ini masih banyak digunakan di sejumlah rumah sakit. Cara penggunaannya terbilang mudah, namun butuh energi yang lebih besar untuk menghasilkan panas.
3. Sterilisasi Gas Kimia
Sterilisasi gas kimia terbagi lagi ke dalam tiga metode. Yakni menggunakan etilen oksida, formaldehid, dan plasma. Ketiganya memiliki sejumlah kelebihan dan hanya digunakan pada alat tertentu saja.
Dalam sterilisasi etilen oksida, mikroba akan mati setelah melalui reaksi kimia bernama reaksi alkilasi. Pada reaksi ini, terjadi penggantian gugus atom hidrogen pada sel mikroba dengan gugus alkil sehingga metabolisme dan reproduksi sel terganggu.
Sterilisasi ini biasanya digunakan untuk peralatan medis dari plastik, alat-alat optik, pacemaker, dan beberapa alat yang sulit disterilisasi dengan cara lain. Proses sterilisasi ini menggunakan autoclave khusus pada suhu yang lebih rendah sekitar 30-60 derajat celcius, serta konsentrasi gas yang tidak kurang dari 400 mg/liter.
Selain memakai gas etilen oksida, kita juga bisa menggunakan sterilisasi dengan formaldehid. Cara ini dapat membunuh mikroba dengan mengikat gugus asam amino dari protein mikroba.
Sterilisasi dengan formaldehid biasanya digunakan pada alat-alat yang spesifik, seperti kateter dan sarang tangan. Selain itu, gas formaldehid sangat menyengat dan bisa menyebabkan iritasi kulit, mata, dan saluran pernapasan.
Cara yang terakhir adalah sterilisasi menggunakan plasma. Metode ini menggunakan gas plasma yang terdiri dari elektron, ion, dan partikel neutral.
4. Sterilisasi Radiasi Ion
Ada dua jenis radiasi ion yang digunakan dalam sterilisasi radiasi ion, yakni disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Sterilisasi ini dilakukan apabila bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan dapat membahayakan gas etilen oksida.
5. Sterilisasi Penyaringan
Sterilisasi penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba sehingga mikroba dapat dipisahkan dari alat. Larutan tersebut disaring melalui penyaring bakteri steril, kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril, baru setelah itu ditutup menggunakan teknik aseptik.
Perbedaan Sterilisasi dengan Disinfeksi
Menurut Tille (2017) seperti dikutip Irena Agustiningtyas dari Laboratorium Mikrobiologi FK UI, sterilisasi didefinisikan sebagai upaya untuk membunuh mikroorganisme, termasuk dalam bentuk spora. Sementara itu, disinfeksi merupakan proses untuk merusak organisme yang bersifat patogen, namun tidak dapat mengeliminasi dalam bentuk spora.
Itu dia detikers pembahasan mengenai sterilisasi beserta tujuan, cara melakukannya, dan perbedaan dengan disinfeksi. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kamu dalam memahami tentang sterilisasi.
(ilf/des)