Kisah ODHA di Jembrana yang Sering Mengalami Diskriminasi

Kisah ODHA di Jembrana yang Sering Mengalami Diskriminasi

I Putu Adi Budiastrawan - detikBali
Kamis, 01 Des 2022 15:37 WIB
Komunitas Pendamping ODHA Jalak Bali, I Made Suarnayasa, Kamis (01/12/2022).
Foto: Komunitas Pendamping ODHA Jalak Bali, I Made Suarnayasa, Kamis (01/12/2022). (I Putu Adi Budiastrawan/DetikBali).
Negara -

Diskriminasi yang kerap dialami oleh orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kabupaten Jembrana masih terjadi hingga saat ini. Adanya komunitas yang mendampingi ODHA punya peranan dalam mengedukasi masyarakat terkait keberadaan ODHA.

Karena bentuk diskriminasi seperti perundungan hingga pengucilan bisa memperparah situasi.

"Memang diskriminasi ODHA di Jembrana tidak ekstrem seperti dulu, banyak warga yang memandang penderita HIV ini dengan sebelah mata, namun di sinilah peran kita sebagai pendamping untuk mengedukasi masyarakat," ungkap Komunitas Pendamping ODHA Jalak Bali, I Made Suarnayasa saat ditemui, Kamis (01/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pria yang akrab disapa Dek No ini juga mengungkapkan, diskriminasi terhadap ODHA masih terjadi sampai saat ini. Namun tidak seperti dulu pada tahun 2000-an. Diskriminasi tidak hanya secara verbal. Namun lebih dari itu. Bahkan sampai ODHA sampai dikucilkan warga.

"Dulu pernah ada anak yang diketahui ayah dan ibunya itu positif, sehingga dikucilkan dan tidak boleh sekolah oleh pihak sekolah. Setelah dilakukan advokasi kepada sekolah dengan menjelaskan bahwa HIV /AIDS tidak seseram yang dikira dan penularan tidak semudah yang dianggap," ujar Dek No.

ADVERTISEMENT

Menurut Dek No, persoalan diskriminasi ini memang hal yang wajar. Karena yang melakukan diskriminasi tidak mendapat informasi yang benar dan menyeluruh mengenai penularan HIV.

"Kami berpesan, dengan seluruh masyarakat, jangan jauhi orangnya, jauhi penyakitnya," tegasnya.

Dek No juga mencontohkan, bahkan sebelumnya ada seorang ODHA yang putus asa hingga berniat untuk menyebarkan penyakitnya kepada orang lain, parahnya lagi beberapa kasus ditemukan seorang ODHA mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

"Sempat ada yang masih mengancam kehidupan orangnya banyak itu kami laporkan. Akan tetapi hal tersebut sudah tidak ada lagi," jelasnya.

Namun untuk saat ini, penderita ODHA sudah banyak yang sadar untuk mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV) sehingga dapat melanjutkan kehidupan di tengah masyarakat.

"Masyarakat tidak perlu resah berlebihan ketika ada ODHA, sehingga tidak perlu ada lagi diskriminasi terlebih saat ini sudah ada ARV yang diberikan gratis," papar Dek No.

Dek No menambahkan, memang obat ARV ini tidak dapat menyembuhkan virus HIV namun ARV efektif untuk menekan perkembangan virus.

"Tidak semua penderita HIV mau untuk mengkonsumsi obat ini, tetapi kami terus berupaya untuk melakukan edukasi, mumpung obat ini gratis disediakan pemerintah, kita upayakan itu," imbuhnya.

Mengenai ODHA yang lost follow-up, sampai saat ini sudah ada yang ditangani. Berdasarkan data tahun 2019 sebanyak 67 orang, dari jumlah tersebut sudah ada yang mau diajak berobat lagi. Saat ini tersisa sekitar 47 orang yang masih lost follow up.

"Masih kita upayakan yang sudah tidak mengkonsumsi obat, agar kembali mengkonsumsi, itu juga demi mereka," tandas Dek No.




(hsa/dpra)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads