Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menteri yang akan nyapres ataupun maju sebagai cawapres wajib mendapat persetujuan presiden. Dan tidak perlu mundur dari jabatannya. Anggota Komisi III DPRRI dari Fraksi PDIP Dapil Bali I Wayan Sudirta pun mengapresiasi putusan tersebut.
Sebelumnya, putusan itu atas permohonan Partai Garuda yang menguji konstitusionalitas Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu. Menurut Partai Garuda, menteri yang nyapres harus mundur.
Pasal 170 ayat 1 berbunyi: Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota.
Permohonan tersebut dikabulkan MK.
"Menyatakan frasa 'pejabat negara' dalam Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota, termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri, sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri, mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden," kata Ketua MK, Anwar Usman yang disiarkan di channel YouTube MK, Senin (31/10/2022).
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali I Wayan Sudirta mengatakan, pihaknya menghormati putusan MK yang bersifat final and binding tersebut. Menurutnya, putusan itu mempertimbangkan asas non-diskriminasi yang memperbolehkan pejabat negara untuk mencalonkan diri menjadi calon Presiden/Wakil Presiden, sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Saya pribadi melihat bahwa putusan ini telah mengandung asas nondiskriminatif namun tetap memperhatikan asas proporsionalitas. Beberapa pejabat negara tetap dikecualikan untuk menghindari conflict of interest sejauh mungkin. Menteri dalam hal ini juga seharusnya mendapat pengecualian, sebagai warga negara yang berhak memilih/dipilih dan memiliki hak konstitusional sebagaimana diatur dalam konstitusi," urai Sudirta dalam rilis yang dikirimkan kepada detikBali Minggu (6/11/2022).
Lanjut Sudirta, putusan MK bahwa menteri tidak harus mundur dalam praktiknya juga memudahkan pemerintah untuk tidak lagi mencari pengganti. Proses tersebut memakan waktu dan menyulitkan secara administratif.
"Oleh sebab itu, dalam putusan MK tersebut, menteri yang ingin mencalonkan diri tetap harus mendapat cuti dari presiden. Saya melihat bahwa hal ini membutuhkan mekanisme dan pengaturan yang jelas agar menghindari sejauh mungkin irisan menjadi konflik kepentingan.
Simak Video "Uji Materi di MK, Ini Alasan PDIP Pilih Sistem Proporsional Tertutup"
[Gambas:Video 20detik]
(hsa/dpra)