Desa Les, Kecamatan Tejakula, dikenal sebagai daerah penghasil garam di Kabupaten Buleleng, Bali. Garam dari Desa Les juga dikenal dengan garam palungan karena proses pembuatannya menggunakan cara tradisional dengan bidang jemur berupa palungan atau batang kelapa.
Ketua Kelompok Petani Garam Desa Les, Nyoman Widiasa menjelaskan proses membuat garam hanya bisa dilakukan saat musim kemarau. Setidaknya butuh sekitar empat petak tanah untuk memproduksi garam.
"Pada tahap pertama, tanah disiram dengan air laut," tutur Widiasa, Minggu (6/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses tersebut dilakukan secara berulang sebanyak tiga kali. Setelah kering, tanah dikerik hingga menjadi butiran-butiran kecil untuk kemudian dimasukkan ke dalam saringan yang disebut tinjungan.
Sebelum itu, tinjungan terlebih dahulu dilapisi dengan daun lontar, kerikil, dan pasir yang berfungsi sebagai penyaring alami antara tanah dengan air laut. Tanah yang telah dimasukkan ke dalam tinjungan kemudian diratakan dan disiram lagi dengan air laut.
"Dari proses tersebut menghasilkan biang garam atau nyah, yang otomatis tertampung ke dalam wadah yang berada di bawah tinjungan yang bernama gerombong," sambungnya.
![]() |
Widiasa melanjutkan, nyah yang berada di dalam gerombong itu kemudian dijemur di sebuah palungan. Proses inilah yang nantinya akan menjadi butiran garam.
"Setiap pagi, air yang ada di dalam gerombong kita pindahkan ke tempat penjemuran yang namanya palungan. Lama proses penjemuran tergantung pada cuaca kalau bagus, bisa lebih cepat, biasanya tiga hari," kata Widiasa.
Proses pembuatan, garam palungan memakan waktu cukup lama. Menurut Widiasa, dalam seminggu para petani garam hanya bisa panen sebanyak dua kali. Sementara saat musim hujan, mereka tidak bisa memproduksi garam sama sekali.
Para petani garam di Desa Les kebanyakan memasarkan garam palungan dengan menjualnya secara langsung ke pengepul. Selain itu, garam palungan dari petani juga dipasarkan oleh BUMDes setempat yang penjualannya sudah merambah hingga ke luar Bali. Garam palungan yang sudah dikemas dijual dengan harga Rp15 ribu-20 ribu.
"BUMDes memasarkan sudah sampai Jawa Barat dan pada saat ada wisatawan yang berkunjung, kami kasih paket yang salah satu isinya itu garam," kata Pengawas BUMDes Bidang Pemasaran Garam Desa Les, Nyoman Nadiana.
Guna meningkatkan variasi garam yang dipasarkan, BUMDes juga mendorong petani garam untuk berinovasi. Termasuk dengan memproduksi garam palungan aneka rasa, mulai dari rasa daun kelor, jeruk limau, cabai, bawang putih, hingga rosemary.
"Garam yang original ditambahkan dengan saripati campuran rasanya, itu ditambahkan pada saat berupa garam. Kami juga mau coba sebenarnya pada saat berupa air sudah ditambahkan, untuk rasanya berpengaruh juga," pungkasnya.
(iws/hsa)