Mengenal Sape, Alat Musik Tradisional Khas Kalimantan Timur yang Mendunia

Mengenal Sape, Alat Musik Tradisional Khas Kalimantan Timur yang Mendunia

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Kamis, 22 Mei 2025 22:00 WIB
Alat musik tradisional sape.
Alat musik tradisional sape. Foto: Diskominfo Kaltim
Samarinda -

Sape, atau sering disebut Sampe, adalah alat musik petik tradisional yang berasal dari Kalimantan Timur dan menjadi identitas budaya masyarakat Dayak. Bentuknya menyerupai gitar tetapi menghasilkan petikan suara yang khas.

Alat musik ini belakangan mendapat sorotan setelah Rinanda Maharani, finalis Puteri Indonesia 2025 asal Kalimantan Timur, membawakan alunan musik sape di malam talent show sukses mencuri perhatian publik.

Saat ini, sape tidak hanya dijumpai pada upacara adat, tetapi juga telah beradaptasi dengan musik modern. Artikel ini akan membahas tentang sape, mulai dari asal usul, ciri khas dan bentuk, hingga perkembangannya di dunia modern.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal-Usul dan Sejarah Alat Musik Sape

Sape berasal dari wilayah pedalaman Kalimantan, khususnya dari masyarakat Dayak Kenyah dan Dayak Kayan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Dalam bahasa Dayak, "sape" berarti "memetik". Dahulu, sape digunakan dalam upacara adat seperti penyembuhan penyakit atau ritual spiritual untuk berkomunikasi dengan roh leluhur.

Menurut mitologi Dayak, alat musik ini diciptakan oleh seorang leluhur yang mendapat ilham dari para dewa setelah mendengar musik indah di sebuah pulau kecil bernama Karangan. Sejak saat itu, Sape menjadi simbol koneksi spiritual antara manusia dan dunia roh dalam budaya Dayak.

Awalnya, sape hanya dimainkan oleh pria dalam komunitas tertentu dan memiliki fungsi spiritual. Namun seiring perkembangan zaman, fungsinya mulai bergeser ke arah seni pertunjukan, bahkan sering dibawakan dalam panggung musik dunia seperti festival budaya di Eropa dan Asia.

Ciri Khas dan Bentuk Sape

Alat musik sape dibuat dari kayu utuh, biasanya dari pohon adau atau kayu ringan lain yang mudah dipahat namun kuat. Proses pembuatannya sangat tradisional dan membutuhkan ketelitian tinggi. Bentuknya menyerupai gitar panjang dengan badan memanjang dan leher sempit. Di bagian depan biasanya terdapat ukiran khas Dayak yang menjadi ciri estetik sekaligus identitas pemiliknya.

Jumlah dawai (senar) sape bervariasi, mulai dari dua hingga lima senar pada versi tradisional, dan bahkan bisa lebih banyak pada versi modern yang sudah dimodifikasi dengan teknologi elektrik.

Awalnya, Sape memiliki dua dawai yang terbuat dari serat karbon pohon enau atau rotan. Namun, seiring perkembangan zaman, senarnya diganti dengan kawat rem sepeda atau senar gitar.

Cara Memainkan dan Jenis Nada Sape

Sape dimainkan dengan cara dipetik seperti gitar. Teknik memetiknya unik karena biasanya hanya satu jari yang digunakan, kemudian menghasilkan alunan nada yang ritmis dan meditatif. Musik yang dihasilkan terdengar mengalun lembut, cocok untuk suasana adat yang sakral.

Musik sape tradisional biasanya menggunakan tangga nada pentatonik, namun versi modernnya kini bisa memainkan tangga nada diatonik dan bisa dipadukan dengan alat musik lain seperti keyboard atau biola.

Nada yang dihasilkan Sape terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Tubunsitun: Memiliki tempo lambat dan menghasilkan nada yang khas, biasanya dimainkan pada siang hari untuk menciptakan suasana riang dan penuh keceriaanz
  • Sakpakok: Memiliki tempo cepat dan dinamis, sering dimainkan pada malam hari untuk menciptakan irama syahdu dan sendu.

Fungsi dan Peran dalam Budaya Dayak

Sape memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Dayak, antara lain:

  • Pengiring Tarian Adat: Sape digunakan untuk mengiringi tarian khas Dayak pada perayaan kesenian yang penuh kegembiraan.
  • Ritual Pengobatan: Konon, Sape digunakan untuk mengiringi proses pengobatan seseorang yang terserang penyakit.
  • Sarana Hiburan dan Ekspresi Diri: Sape juga dimainkan ketika keluarga besar berkumpul atau untuk menghibur anggota keluarga yang sedang bersedih.

Perkembangan Sape di Era Modern

Di era modern, sape telah berevolusi. Para musisi muda, baik dari Kalimantan maupun daerah lain, mulai mengadaptasi sape dalam genre musik kontemporer seperti jazz, pop, hingga world music. Tak sedikit pula yang memodifikasi sape menjadi elektrik agar bisa digunakan dalam pertunjukan besar.

Sosok seperti Mathew Ngau Jau dari Malaysia dan Philipus Sade dari Kalimantan Timur menjadi musisi yang banyak mengenalkan sape ke panggung internasional. Bahkan, kini sape bisa dipelajari di beberapa sekolah musik di Indonesia.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads