Laporan dugaan persetubuhan yang dilakukan KPA (22), terhadap anak di bawah umur berinisial N (17) di Kecamatan Melaya, Jembrana, Jumat (14/10/2022) ditindaklanjuti pihak kepolisian Polres Jembrana. Sejumlah fakta terkuak dari keterangan pihak keluarga N selaku pelapor maupun keterangan polisi.
Korban Hamil 4 Bulan
Berdasar keterangan pihak keluarga, N berpacaran dengan KPA (22) sejak Mei lalu. Mereka awalnya kenal lewat media sosial (medsos). Seiring waktu, intens berkomunikasi dengan handphone (HP) mereka pacaran dan beberapa kali berhubungan intim. Dan akhirnya N hamil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya dia (terlapor KAP) menolak bertanggungjawab,"ungkap kerabat korban kepada detikbali di Mapolres Jembrana, Jumat (14/10/2022).
Sempat terjadi perselisihan, namun akhirnya antara pihak keluarga korban N dan KAP sepakat melakukan mediasi.
Saat proses mediasi, kedua belah pihak sepakat menggelar prosesi biokaon (pernikahan secara adat).
Namun sayang, prosesi biokaon antara KAP dan N yang sudah hamil 4 bulan ini tidak dihadiri perangkat desa adat dan hanya disaksikan keluarga dari kedua belah pihak.
"Saya sebenarnya tidak mau ada prosesi (biokaon) itu. Saya ingin proses hukum. Tetapi keluarga memilih mengikuti keluarga terlapor untuk menikahkan," ungkapnya.
Pernikahan Hanya Berlangsung Sehari
Menurut kerabat, yang makin disesalkan, prosesi pernikahan secara adat yang dilakukan pada bulan September 2022 itu, hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
Setelah prosesi biokaon, pagi harinya korban dibawa ke rumah terlapor dengan status istri.
Namun hanya berumur semalam, keesokan harinya korban oleh terlapor dan keluarga terlapor dikembalikan lagi kepada orang tuanya.
Pihak terlapor memulangkan korban karena alasan sudah tidak suka lagi dengan korban.
Fakta-fakta lain baca halaman berikutnya
Dipaksa Tandatangani Surat Perceraian
Tak hanya itu, saat memulangkan korban, terlapor dan keluarganya juga juga memaksa menandatangani surat cerai.
"Semua keluarga dipaksa tandatangan," imbuhnya.
Surat cerai yang dibuat pihak pelaku juga dinilai janggal, karena setelah pernikahan secara adat tidak pernah ada surat perjanjian atau pernyataan nikah.
Namun setelah pelaku memulangkan korban, ada surat cerai dengan kop surat desa adat.
Selanjutnya, tidak terima karena merasa direndahkan dan dipermalukan, pihak keluarga korban melaporkan ke Polres Jembrana.
Keluarga mendesak kepolisian mengusut tuntas dan mengganjar pelaku dengan hukuman. "Mereka (keluarga pelaku) menantang kalau kasus dilaporkan," ujarnya.
Dua Kali ke Polres Jembrana
Kedatangan keluarga korban ke Polres Jembrana, sebenarnya sudah kedua kalinya. Sebelumnya sekitar September, sebelum ada pernikahan secara adat, ayah korban sudah datang ke Polres Jembrana untuk melapor, namun batal melaporkan pelaku.
"Katanya disuruh menyelesaikan secara kekeluargaan," ujarnya.
Kasat Reskrim Polres Jembrana AKP Muhammad Reza Pranata menjelaskan, pihaknya sudah menerima laporan tersebut. Menurutnya, kejadian tersebut sudah lama terjadi dan kedua belah pihak juga sempat melaksanakan pernikahan secara adat.
"Iya tadi ada laporannya. Itu masalah kejadian sudah lama ternyata. cuman waktu itu laki-laki ini bertanggung jawab. Setelah menikah, ternyata si perempuan itu didiemin dicuekin, tak dihiraukan," kata Kasat Reskrim Reza Pranata, saat dikonfirmasi detikBali Jumat (14/10/2022).
Polisi Dalami Status Pernikahan
Karena pernikahan ini secara adat, kata Reza, pihaknya akan pastikan dulu, apakah pernikahan secara adat ini merupakan pernikahan sah atau tidak. Sehingga pihaknya akan mendalami dulu laporan dugaan persetubuhan tersebut.
"Kita akan dalami dulu. Karena pernikahan ini secara adat, kita akan pastikan dulu, apakah pernikahan secara adat ini apakah sah atau tidak. Kita akan dalami dulu," jelasnya.
Saat ini, kata Reza, pelaporan yang diterima dari pihak korban adalah terkait persetubuhan anak di bawah umur. "Kita masih fokus ke situ (persetubuhan) dulu," tukasnya.
Simak Video "Video: Bule Swiss Jatuh di Gunung Rinjani, Patah Tulang-Luka di Kepala"
[Gambas:Video 20detik]
(hsa/dpra)