Salah satu warga eks transmigran Timor Timur (Timtim) yang bermukim di Desa Sumberklampok, Buleleng, Bali, Nengah Kisid (59), menyambut baik persetujuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas permohonan pembebasan lahan pekarangan yang saat ini ditempati mereka.
Namun ia berharap pembebasan lahan tidak selesai sampai lahan pekarangan saja. Melainkan sampai tuntas hingga lahan garapan, mengingat mayoritas warga eks Timtim di sana berprofesi sebagai petani yang sangat bergantung pada hasil pertanian.
"Harapannya ke depan biar semua selesai dan tuntas sampai dengan lahan garapan, karena warga di sini mayoritas bekerja sebagai petani, lahan garapan tepat berada di belakang rumah masing-masing warga," kata Nengah Kisid kepada detikBali, Rabu (5/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisid tinggal di Banjar Adat Bukit Sari, bersama warga eks Timtim lainnya. Di mana semua warga eks Timtim memang ditempatkan di satu banjar yang sama. Total ada 107 kepala keluarga yang menetap di banjar tersebut.
Mereka dominan telah membangun rumah permanen di sana, termasuk rumah yang ditempati Kisid saat ini. Sebab mereka telah lama tinggal dan menetap di sana, terhitung kurang lebih selama 22 tahun sejak bulan Oktober 2000.
Kisid dan warga eks Timtim lainnya merupakan orang Bali yang sebelumnya mengikuti program pemerintah untuk transmigrasi ke Timtim, sebelum akhirnya merdeka menjadi negara Timor Leste. Kisid merupakan warga asli Buleleng di Desa Sari Mekar, Kecamatan Buleleng.
"Banyak yang mengira kami ini orang Timor, padahal kami sebenarnya orang Bali yang dulunya ikut program transmigrasi dari pemerintah. setelah Timor Leste merdeka kami pulang kembali ke Indonesia, dulu sebelum di sini kami sempat tinggal setahun di transito (kantor imigrasi)," jelasnya.
Ditambahkan Kisid, perjuangan untuk memperoleh hak terhadap lahan yang mereka tempati dan garap di Desa Sumberklampok sudah dimulai sejak tahun 2017, tepatnya setelah mendapat pendampingan dari pihak kehutanan.
Saat itu perasaan waswas tentu selalu membayangi benak Kisid dan warga eks Timtim lainnya. Apalagi jika mengingat suatu saat rumah yang mereka tempati di atas lahan kehutanan itu hendak dipakai pemerintah.
"Pasti ada perasan waswas karena kan, jangan sampai, permasalahan ini kami wariskan ke anak cucu nanti, semoga dengan adanya persetujuan ini, permasalahan dapat terselesaikan segera," pungkasnya.
(irb/dpra)