Peristiwa pembunuhan massal terhadap orang yang tertuduh sebagai komunis/Partai Komunis Indonesia (PKI) di Bali sekitar 1965-1966 menyisakan kepedihan mendalam. Sepetak ruang bernama Taman 65 di Kesiman, Denpasar, menjadi sebuah upaya melawan lupa terhadap peristiwa gelap yang pernah terjadi di Pulau Dewata itu. "Forgive but never forget," demikian bunyi tulisan di dinding Taman 65.
detikBali berkesempatan mengunjungi Taman 65 yang berada di Jalan Wage Rudolf Supratman, Denpasar. Taman 65 dibangun pada 2005 oleh Agung Alit, salah satu anak korban yang turut dibunuh lantaran dituduh sebagai bagian dari PKI. Taman 65 dibangun di atas bekas kamar sang ayah.
Itu kamar ajik (ayah) saya pakai Taman 65. Jadi di situ kita pakai ngumpul-ngumpul belajar. Ya... untuk menghilangkan trauma," tutur Agung Alit, Jumat (30/9/2022).
Agung Alit membangun Taman 65 di atas bekas kamar ayahnya bernama I Gusti Made Raka yang dibunuh pada 1965 hingga 1966. Kamar itu kemudian dibongkar oleh Agung Alit dan mendirikan rumah di sebelah baratnya.
"Salah satunya (alasannya) membuat Taman 65 kan buat belajar, untuk menjadi obyektif, jangan terjebak hoaks, jangan juga terlalu terlena dengan pencitraan-pencitraan. Dan kita tidak bisa bercerita tentang Bali tentang romantic side-nya saja, sadistic side-nya kan juga penting kan," ungkapnya.
Agung Alit menegaskan, Taman 65 dibangun atas inisiatif dirinya yang kebetulan pada waktu itu akan membangun rumah. Menurutnya, pendirian Taman 65 mendapat dukungan istri beserta keluarga anak-anak dari ayahnya yang dibunuh pada peristiwa 1965-1966.
"Kami emang pengen itu menjadi ruang rekonsiliasi lah nanti, ruang belajar, ruang dialog tentang 65 dari hal apapun. Semua bisa kita ceritakan di situ," harapnya.
Halaman selanjutnya: Sempat Tak Diterima Keluarga...
Simak Video "Video: Peringati G30S, Gedung Pemerintah Kibarkan Bendera Setengah Tiang"
(iws/nor)